Sunday, February 7, 2016
Home »
Jawa Timur
» Calon Arang dan Keris Weling Putih
Calon Arang dan Keris Weling Putih
Sang Prabu Erlangga kebingungan, sejak tadi ia berjalan mondar-mandir di ruangannya. Patih Narottama yang berdiri di dekatnya, juga tampak terlihat kebingungan. Kerajaan Kahuripan saat ini tengah diserang penyakit aneh, Penyakit itu banyak sekali memakan korban jiwa baik dari masyarakat umum maupun keluarga pejabat dan keluarga kerajaan. Ternyata, penyakit itu disebarkan oleh seorang wanita penyihir yang sangat kejam dan sakti. Namanya Serat Asih, tapi ia lebih dikenal dengan nama Calon Arang. Ia tinggal di Desa Girah.
Karena khawatir penyakit itu akan semakin meluas, Raja Erlangga mengutus Patih Narottama untuk menangkap Calon Arang. Setelah menerima perintah tersebut, Patih Narottama mengumpulkan para prajurit pilihannya. “Wahai, para prajuritku. Mari kita berangkat ke Desa Girah untuk menangkap wanita penyihir itu,” perintah Patih Narottama.
Mereka kemudian memulai perjalanan ke Desa Girah, menuju tempat tinggal Calon Arang.
Calon Arang terkejut melihat kedatangan para prajurit kerajaan. Ia segera mengumpulkan empat murid terbaiknya yang bernama Supala, Guritna, Datyeng, dan Pitrah untuk melawan mereka. Pertempuran sengit pun tak terelakkan. Calon Arang berhadapan sendiri dengan Patih Narottama.
“Ha… ha… ha… pria tua sepertimu mana bisa mengalahkan aku,” ejek Calon Arang. Hati Patih Narottama panas mendengar ejekan itu. Ia segera menghunus pedangnya dan menebas leher Colon Arang hingga putus.
Namun kejadian aneh terjadi! Setiap kali kepala Calon Arang putus terkena tebasan pedang Patih Narottama, kepala itu dengan mudah bersatu kembali ke tubuhnya. Calon Arang terus tertawa mengejek, semakin lama suara tawanya semakin mengerikan.
Patih Narottama menarik mundur pasukannya. Ia sadar, mereka tak mungkin mengalahkan Calon Arang saat itu juga. Ia pun menghadap Raja Erlangga dan menceritakan apa yang terjadi. “Hmm… pasti ia punya rahasia. Tidak mungkin ia tak bisa dikalahkan, tapi kita harus tahu apa rahasia kesaktiannya,” gumam Raja Erlangga.
“Mungkin sebaiknya kita minta pendapat Empu Bharada? Ia adalah adik ipar Calon Arang, barangkali ia tahu apa yang harus kita lakukan,” jawab Patih Narottama.
Empu Bharada dipanggil ke istana. Setelah Raja Erlangga dan Patih Narottama menceritakan masalah yang mereka hadapi, ia berpikir dengan keras. “Baiklah Baginda, hamba akan mencari jalan keluarnya. Semoga kali ini kita berhasil mengalahkannya,” kata Empu Bharada.
Empu Bharada kembali ke rumahnya dan memanggil muridnya yang bernama Bahula. “Bahula, Baginda memintaku untuk mencari tahu rahasia Calon Arang. Karena itu, aku memerlukan bantuanmu,” katanya pada Bahula. “Jika ini untuk kepentingan rakyat, saya bersedia membantu Empu. Bagaimana caranya?” jawab Bahula.
Empu Bharada meminta Bahula menikahi anak perempuan Calon Arang yang bernama Ratna Manggali. “Jika kau menikah dengannya, kau akan mudah melaksanakan tugas ini. Aku tahu semua rahasia Colon Arang ada di kitab pusakanya. Carilah kitab itu dan berikan padaku,” jelas Empu Bharada.
Awalnya Bahula tampak ragu, ia memikirkan kekasihnya Wedawati, yang tak lain adalah anak perempuan Empu Bharada.
Empu Bharada mengetahui kegundahan hati Bahula. “Jangan khawatir, Wedawati tak akan tahu. Aku memintamu melakukan ini demi keselamatan rakyat kita,” tegas Empu Bharada. Bahula pun mengangguk setuju.
Bahula segera melakukan perjalanan ke Desa Girah. Di sana, ia segera mencari rumah Colon Arang dan menyatakan maksudnya untuk menikahi Ratna Manggali. Melihat paras Bahula yang tampan serta tingkah lakunya yang sopan, Calon Arang pun menerima lamarannya. Ia ingin membuat pesta pernikahan yang meriah untuk Ratna Manggali dan Bahula.
Setelah resmi menjadi suami-istri, pengantin baru itu tinggal di rumah mertuanya.
Pada suatu malam, Bahula melaksanakan tugasnya. Setelah yakin keadaan aman, ia mengendap-endap memasuki kamar Calon Arang. Begitu membuka lemari, matanya terpaku pada sebuah kotak kayu berwarna cokelat.
“Pasti ia menyimpan kitab pusakanya disini,” bisiknya dalam hati.
Bahula segera mengambil kotak kayu itu dan meninggalkan rumah. Ia lari di kegelapan malam, menuju rumah Empu Bharada, gurunya.
Keesokan harinya, Calon Arang terkejut bukan main melihat kotak kayunya telah raib. Ia mencari Bahula, tapi tak ditemukannya. Ia berprasangka, pasti Bahula yang mencuri kotak kayu itu. Sementara itu, Bahula telah menyerahkan kotak kayu itu pada Empu Bharada. Empu Bharada segera membukanya dan mencari kelemahan Calon Arang di kitab pusaka.
“Ah, ini dia. Semua rahasia kekuatan sihir Calon Arang pasti ada pada kitab ini,” teriak Empu Bharada senang. Ia langsung mempelajari isi kitab itu dengan saksama. Bahula menunggu dengan sabar.
“Bahula, menurut kitab ini, Calon Arang hanya dapat dikalahkan dengan Keris Weling Putih,” kata Empu Bharada. “Bukankah keris itu milik Empu sendiri?” tanya Bahula bingung. Sambil tersenyum, Empu Bharada menjawab “Ya, kau benar. Berarti aku bisa membunuh Calon Arang dengan mudah.
Empu Bharada mengambil keris Weling Putih miliknya dan bersiap-siap mengadakan perjalanan ke Desa Girah. Bahula mengikutinya dengan setia. Di sana, Calon Arang rupanya sudah menunggu Bahula.
“Bahula, segera kembalikan kitab pusakaku yang kau curi! Berani sekali kau menipuku dan putriku, rasakan pembalasanku!” kata Calon Arang sambil menyerang Bahula.
Bahula berkelit, Empu Bharada segera menghadang langkah Calon Arang. “Kong Ayu, kau telah menyusahkan seluruh rakyat Kahuripan. Raja telah memerintahkan kami untuk membunuhmu supaya pengaruh sihirmu lenyap untuk selama-lamanya,” kata Empu Bharada.
“Ha… ha… kau hendak melawan kakak iparmu sendiri? Silakan saja jika kau mampu,” jawab Calon Arang. Dengan cepat ia menyerang Empu Bharada, namun Empu Bharada tak kalah sigap. Keris Weling Putih dicabutnya dari pinggangnya untuk menangkis serangan sihir Calon Arang.
Calon Arang terkejut melihat keris itu. “Ampun Dimas, jangan kau bunuh aku dengan keris itu,” teriaknya mengiba.
“Kong Ayu, maafkan aku. Aku harus membunuhmu, jika tidak, rakyat akan semakin menderita,” jawab Empu Bharada sambil menghujamkan keris itu ke tubuh Calon Arang. Calon Arang meninggal seketika. Saat itu juga, segala penyakit yang menyerang rakyat Kerajaan Kahuripan lenyap tak berbekas. Rakyat kembali hidup berbahagia dan aman sentosa.
0 comments:
Post a Comment