Alkisah seorang pemuda, yang bernama Jaka Kudus, mengembara karena dimarahi ayahnya Ki Ageng Kudus. Dalam pengembaraanya Jaka Kudus menikahi putri Ki Ageng Kembanglampir. Tak lama berselang Putri itupun mengandung dan akhirnya meninggal saat melahirkan seorang bayi laki-laki.
Bayi laki-laki yang ditinggal mati ibunya itu, ditemukan seorang pemburu bernama Ki Ageng Selandaka. Si bayi digendong sambil mengejar burung sampai ke desa Tarub. Karena suatu hal, Ki Ageng Selandaka akhirnya meninggalkan bayi tersebut sendirian. Untunglah, si bayi ditemukan seorang janda yaitu Nyai Ageng Tarub, dan dijadikan anak angkat. Oleh penduduk sekitar ia dipanggil dengan nama Jaka Tarub.
Jaka Tarub merupakan pemuda yang memiliki kesaktian juga gagah berani serta gemar berburu. Dengan keberaniannya itu ia sering bolak-balik ke hutan yang ada di gunung keramat untuk berburu. Di dalam gunung itu terdapat telaga yang sangat indah.
Pada suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Jaka Tarub terpikat oleh tujuh bidadari itu, kemudian ia mengambil selendang salah satu bidadari itu. Setelah para bidadari selesai mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari yang tidak menemukan selendangnya tidak dapat kembali ke kahyangan dan dia ditinggalkan oleh teman-temannya karena hari mulai senja. Tak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu yang bernama Nawangwulan, dan merekapun akhirnya pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah menjelang malam.
Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah dan memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawangwulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasaan yang akan dilakukannya nanti setelah ia menjadi istri Jaka Tarub. Rahasianya yaitu, Nawangwulan memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Namun setelah mereka menikah Jaka Tarub memang terlihat penasaran namun dia tidak bertanya langsung kepada Nawangwulan melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang biasa dijadikan istrinya untuk memasak nasi. Akibat dari perbuatannya itu akhirnya Nawangwulan kehilangan kekuatannya hingga saat itu ia menanak nasi seperti wanita umumnya.
Lama-kelamaaan gabah yang ada di lumbungnya habis. Ketika gabahnya tinggal sedikit, ternyata selendang Nawangwulan ada di lumbung gabah tersebut yang di sembunyikan oleh suaminya.
Disana Nawangwulanpun merasa sangat marah ketika ternyata suaminyalah yang mencuri benda itu hingga akhirnya ia mengancam untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun memelas agar istrinya tidak pergi lagi ke kahyangan, namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi kembali ke kahyangan. Namun begitu sesekali ia tetap turun ke bumi untuk menyusui bayinya.
Setelah itu Jaka Tarub menjadi pemuka desa dan memiliki gelar Ki Ageng Tarub. Ia bersahabat dengan Raja Majapahit yaitu Brawijaya. Suatu hari, Brawijaya memerintahkan kepada anak angkatnya Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawen untuk mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular kepada Ki Ageng Tarub. Karena Jaka Tarub tahu kalau Bondan Kejawen itu putra kandung Raja Brawijaya, kemudian Jaka Tarub meminta agar dia tinggal.
Sejak saat itu, Ki Ageng Tarub mengangkat Bondan Kejawen sebagai anak angkat dan namanya diganti menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, merekapun akhirnya dinikahkan.
Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Maka Lembu Peteng diangkat menjadi Ki Ageng Tarub yang baru. Lembu Peteng dan Nawangsih memiliki seorang putra yang di beri nama Ki Getas Pandawa. Lalu Ki Ageng Getas Pandawa memiliki seorang putra yang dikenal dengan nama Ki Ageng Sela yang merupakan kakek buyut dari pendiri Kesultanan Mataram yaitu Panembahan Senapati.
0 comments:
Post a Comment