Bisnis Toko Online 468x60

Kisah Sangkuriang

Sangkuriang menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Timun Mas

Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Cindelaras

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya.

Si Kelingking

Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Danau Toba

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras.

Sunday, April 16, 2017

Asal - Usul Nama Madura


 Hasil gambar untuk asal usul nama madura

Tersebutlah sebuah kerajaan di atas Pegunungan Tengger bernama Medangkamulan. Pada zaman itu, Kerajaan Medangkamulan diperintah oleh Prabu Gilingwesi yang sangat dihormati dan ditaati rakyatnya. Raja dibantu seorang perdana menteri yang cerdik bernama Patih Pranggulang. 
Meskipun Kerajaan Medangkamulan adil dan makmur, ada satu hal yang membuat Prabu Gilingwesi agak bersusah hati. Putrinya yang cantik jelita bernama Raden Ayu Tunjungsekar tidak mau bersuami. Telah banyak lamaran dari para putra mahkota negara-negara tetangga, namun semua ditolak sang Putri dengan alasan belum waktunya untuk berkeluarga. 
Pada suatu malam, Tunjungsekar tidur amat pulas. Dalam tidurnya, ia bermimpi sedang berjalan-jalan di tengah kebun yang sangat indah. Ketika ia sedang menikmati keindahan itu, tiba-tiba bulan purnama muncul di langit yang bersih tanpa awan. Ia sangat terpesona melihat sinar bulan yang sangat lembut itu. 
Bulan itu pun turun. Makin lama makin rendah. Tunjungsekar heran melihat peristiwa itu. Setelah dekat, bulan itu masuk ke dalam tubuh Tunjungsekar. Pada saat itu, Tunjungsekar terbangun. Ia sangat terkejut. Kemudian ia membangunkan inang pengasuhnya dan menanyakan arti mimpi aneh itu. 
"Mimpi itu hanya kembang angan-angan saat tidur," jawab inang pengasuh. "Sebaiknya Tuan Putri Tidur kembali." 
Beberapa bulan sesudah mimpi itu, Tunjungsekar hamil. Untunglah berita itu hanya diketahui beberapa orang di kalangan istana, belum tersebar ke masyarakat.

Prabu Gilingwesi merasa sangat terpukul mendengar putrinya hamil tanpa suami. Baginda juga sangat heran  mengapa masih ada orang bisa masuk ke kamar putrinya, padahal penjagaan sangat ketat.

Tunjungsekar dipanggil menghadap baginda. Ia menjelaskan bahwa sebelum hamil, terlebih dahulu ia bermimpi ada bulan purnama masuk ke dalam tubuhnya. Akan tetapi, Prabu Gilingwesi tidak percaya pada pengakuan putrinya. Dengan wajah merah, Baginda pun memanggil Patih Pranggulang.

"Patih," kata Raja dengan nada sangat marah, "bawahlah Tunjungsekar ke hutan. Kemudian, bunuhlah ia sebagai hukuman atas dosanya mencemarkan kehormatan negara!"

Patih Pranggulang pun berangkat bersama Tunjungsekar menuju ke hutan. Setelah sehari semalam berjalan, sampailah mereka di sebuah hutan lebat dekat laut. Putri Tunjungsekar berhenti dan duduk di atas sebuah batu.

"Ki Patih," ujar Tunjungsekar,"Silakan hukuman mati untukku dilaksanakan. Tetapi ingat, kalau aku tidak bersalah, engkau tidak akan bisa membunuhku."

Patih Pranggulang pun menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Akan tetapi, sebelum menyentuh tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang pun memungut pedang itu kembali. Sewaktu diayunkan ke leher sang putri, pedang itu jatuh lagi. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal seperti itu, tetapi gagal semua.

Sang Putri ternyata tidak bisa dijatuhi hukuman. Patih Pranggulang menyimpulkan dalam hati bahwa
Tunjungsekar tidak bersalah. Ia pun menyembah di hadapan Tunjungsekar. Katanya," Tuan Putri sebaiknya segera pergi dari tempat ini. Saya akan membuatkan rakit untuk Tuan Putri naiki menyeberang laut. Saya sendiri tidak akan kembali ke keraton. Saya akan bertapa sambil mendoakan Tuan Putri agar selalu selamat."

Setelah rakit itu jadi, Tunjungsekar naik ke atasnya. Perlahan-lahan rakit itu bergerak meninggalkan pantai. Makin lama, makin jauh ke tengah laut. Patih Pranggulang dengan mata hampir tak berkedip memperhatikan rakit yang dinaiki sang putri.Lama sekali ia berdiri di tepi pantai. Setelah malam tiba, Patih Pranggulang masuk ke dalam hutan. Sejak itu, ia mengganti namanya menjadi Ki Poleng.

Rakit yang dinaiki Tunjungsekar dibawa arus ke utara. Beberapa hari lamanya ia terkatung-katung di tengah laut. Ia pasrah pada kehendak Tuhan, kemana saja rakit bergerak dipermainkan ombak, ia tetap tenang.

Pada suatu malam, bulan sedang purnama. Cahaya bulan tampak menerangi laut yang hitam kebiru-biruan. Ketika bulan purnama sedang rembang, tiba-tiba perut Tunjungsekar terasa sakit. Beberapa saat kemudian, ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang elok parasnya. Lalu, bayi itu didekapnya dengan penuh kasih sayang. Karena anak itu lahir di tengah laut, Tunjungsekar memberinya nama Raden Sagara. Menurut istilah Madura, Sagara berarti laut.

Beberapa hari kemudian, tampaklah sebuah pulau. Rakit yang dinaiki Tunjungsekar bergerak semakin dekat ke pulau itu. Tunjungsekar sangat gembira sebab ia berpikir akan tinggal di pulau itu bersama Raden Sagara.
 
Rakit itu pun menepi. Tunjungsekar segera turun ke darat sambil menggendong putranya. Ketika tiba di darat, sebuah keajaiban terjadi. Raden Sagara meloncat ke tanah sambil berlari ke sana kemari. Tubuhnya semakin besar, seperti anak berumur dua tahun.

Raden Sagara dan ibunya terus berjalan. Pulau itu sepi. Mereka tidak berjumpa dengan manusia, hanya burung-burung beraneka jenis serta margasatwa lainnya.

Raden Sagara dan ibunya pun tiba di sebuah tanah lapang yang luas. Di sudut tanah lapang itu, Raden Sagara melihat sebatang pohon. Ia mendekati pohon itu. Di dahan paling rendah ada sarang lebah yang cukup besar. Ketika Raden Sagara mendekat, lebah-lebah itu beterbangan menjauhi sarangnya seakan-akan memberi kesempatan kepada Raden Sagara untuk menikmati madu. Tidak ayal lagi, Raden Sagara pun mengambil madu dan menikmatinya bersama ibunya.

Karena mereka menemukan madu di tanah lapang yang luas, tempat itu kemudian diberi nama Madura yang berasal dari kata maddu e ra-ra. Artnya, madu di tanah daratan.

Kemudian Tunjungsekar bersama putranya tinggal di pulau itu. Setelah dewasa, Raden Sagara naik tahta sebagai raja yang memerintah Pulau Madura.

Kesimpulan

Cerita ini termasuk legenda karena mengisahkan asal-usul nama sebuah tempat. Selain menarik, cerita ini juga berisi pelajaran bahwa orang yang tabah menghadapi rintangan dan cobaan akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak diduga sebelumnya.

Joko Tolo

Diceritakan dalam sejarah Madura bahwa cucu Bukabu mempunyai anak bernama Dewi Saini alias Puteri Kuning (disebut Puteri Kuning karena kulitnya yang sangat kuning) Kesenangannya bertapa. Dengan perkawinan batin dengan Adipoday (suka juga bertapa) putera kedua dari Penembahan Blingi bergelar Ario Pulangjiwo, lahirlah dua orang putera masing masing bernama Jokotole dan Jokowedi.

Kedua putera tersebut ditinggalkan begitu saja dihutan, putera yang pertama Jokotole diambil oleh seorang pandai besi bernama Empu Kelleng didesa Pakandangan dalam keadaan sedang disusui oleh seekor kerbau putih, sedangkan putera yang kedua Jokowedi ditemukan di pademawu juga oleh seorang Empu.


Kesenangan Jokotole sejak kecil ialah membuat senjata-senjata seperti, keris, pisau dan perkakas pertanian, bahannya cukup dari tanah liat akan tetapi Jokotole dapat merubahnya menjadi besi, demikian menurut cerita. Pada usianya yang mencapai 6 tahun bapak angkatnya mendapat panggilan dari Raja Majapahit (Brawijaya VII) untuk diminta bantuannnya membuat pintu gerbang.

Diceritakan selama 3 tahun keberangkatannya ke Majapahit Empu Kelleng belum juga ada kabarnya sehingga mengkhawatirkan nyai Empu Kelleng Pakandangan karena itu nyai menyuruh anaknya Jokotole untuk menyusul dan membantu ayahnya, dalam perjalanannya melewati pantai selatan pulau Madura ia berjumpa dengan seorang yang sudah tua didesa Jumijang yang tak lain adalah pamannya sendiri saudara dari Ayahnya yaitu Pangeran Adirasa yang sedang bertapa dan iapun memenggil Jokotole untuk menghampirinya lalu Jokotolepun menghampiri, Adirasa lalu menceritakan permulaan sampai akhir hal ihwal hubungan keluarga dan juga ia memperkenalkan adik Jokotole yang bernama Jokowedi, selain itu Jokotole menerima nasihat-nasihat dari Adirasa dan ia juga diberinya bunga melati pula, bunga melati itu disuruhnya untuk dimakannya sampai habis yang nantinya dapat menolong bapak angkatnya itu yang mendapat kesusahan di Majapahit dalam pembuatan pintu gerbang.

Pembuatan pintu gerbang itu harus dipergunakan alat pelekat, pelekat yang nantinya akan dapat keluar dari pusar Jokotole sewaktu ia dibakar hangus, oleh karena itu nantinya ia harus minta bantuan orang lain untuk membakar dirinya dengan pengertian jika Jokotole telah hangus terbakar menjadi arang pelekat yang keluar dari pusarnya supaya cepat cepat diambil dan jika sudah selesai supaya ia segera disiram dengan air supaya dapat hidup seperti sediakala.

Jokotole diberi petunjuk bagaimana cara untuk memanggil pamannya (Adirasa). Apabila ia mendapat kesukaran, selain mendapat nasihat-nasihat ia juga mendapat kuda hitam bersayap (Si Mega) sehingga burung itu dapat terbang seperti burung Garuda dan sebuah Cemeti dari ayahnya sendiri Adipoday.

Setelah Jokotole pamit untuk ke Majapahit sesampainya di Gresik mendapat rintangan dari penjaga-penjaga pantai karena ia mendapat perintah untuk mencegat dan membawa dua sesaudara itu ke istana, perintah raja itu berdasarkan mimpinya untuk mengambil menantu yang termuda di antara dua sesaudara itu. Dua sesaudara itu datanglah ke istana, ketika dua orang sesaudara itu diterima oleh Raja diadakan ramah tamah dan di utarakan niatan Raja menurut mimpinya, karena itu dengan iklas Jokotole meninggalkan adiknya dan melanjutkan perjalanannya menuju Majapahit.

Setelah mendapat izin dari ayah angkatnya untuk menemui Raja Majapahit ia lalu ditunjuk sebagai pembantu empu-empu, pada saat bekerja bekerja dengan empu-empu Jokotole minta kepada empu-empu supaya dirinya dibakar menjadi arang bila telah terbakar supay diambilanya apa yang di bakar dari pusarnya dan itulah naninya yang dapat dijadikan sebagai alat pelekat. Apa yang diminta Jokotole dipenuhi oleh empu-empu sehingga pintu gerbang yang tadinya belum bisa dilekatkan, maka sesudah itu dapat dikerjakan sampai selesai. Setelah bahan pelekatnya di ambil dari pusar Jokotole ia lalu disiram dengan air supaya dapat hidup kembali.

Selanjutnya yang menjadi persoalan ialah pintu gerbang tadi tidak dapet didirikan oleh empu-empu karena beratnya, dengan bantuan jokotole yang mendapat bantuan dari pamannya Adirasa yang tidak menampakkan diri, pintu gerbang yang tegak itu segera dapat ditegakkan sehingga perbuatan tersebut menakjubkan bagi Raja, Pepatih, Menteri-menteri dan juga bagi empu-empu, bukan saja dibidang tehnik Jokotole memberi jasa-jasanya pula bantuannya pula misalnya dalam penaklukan Blambangan, atas jasa-jasanya itu Raja Majapahit berkenan menganugerahkan Puteri mahkota yang bernama Dewi Mas Kumambang, tetapi karena hasutan patihnya maka keputusan untuk mengawinkan Jokotole dengan Puterinya ditarik kembali dan diganti dengan Dewi Ratnadi yang pada waktu itu buta karena menderita penyakit cacat, sebagai seorang kesatria Jokotole menerima saja keputusan Rajanya.

Setelah beberapa lama tinggal di Majapahit Jokotole minta izin untuk pulang ke Madura dan membawa isterinya yang buta itu, dalam perjalanan kembali ke Sumenep sesampainya di pantai madura isterinya minta izin untuk buang air, karena ditempat itu tidak ada air, maka tongkat Isterinya diambil oleh Jokotole dan ditancapapkan ke tanah yang ke betulan mengenai mata isterinya yang buta itu, akibat dari percikan air itu, maka tiba-tiba Dewi Ratnadi dapat membuka matanya sehingga dapat melihat kembali, karena itu tempat itu dinamakan "Socah " yang artinya mata.

Didalam perjalanannya ke Sumenep banyaklah kedua suami isteri itu menjumpai hal-hal yang menarik dan memberi kesan yang baik, misalnya sesampainya mereka di Sampang, Dewi Ratnadi ingin mencuci kainnya yang kotor karena ia menstruasi, lalu kain yang di cucinya itu dihanyutkan oleh kain sehingga tidak ditemukan. Kain dalam tersebut oleh orang Madura disebut "Amben" setelah isterinya kehilangan Amben maka Jokotole berkata Mudah-mudahan sumber ini tidak keluar dari desa ini untuk selama-lamanya, sejak itu desa itu disebut desa "Omben" dan ketika Jokotole menjumpai ayahnya ditempat pertapaan di Gunung Geger diberitahunya bahwa ia nantinya akan berperang dengan prajurit yang ulung dan bernama Dempo Abang (Sampo Tua Lang), seorang panglima perang dari negeri Cina yang menunjukkan kekuatannya kepada Raja-raja ditanah Jawa, Madura dan sekitarnya.

Pada suatu ketika waktu Jokotole bergelar Pangeran Setyodiningrat III memegang pemerintahan di Sumenep kurang lebih 1415 th, datanglah musuh dari negeri Cina yang dipimpin oleh Sampo Tua Lang dengan berkendaraan kapal yang dapat berjalan di atas Gunung di antara bumi dan langit.

Didalam peperangan itu Pangeran Setyoadiningrat III mengendarai kuda terbang sesuai petunjuk dari pamannya (Adirasa), pada suatu saat ketika mendengar suara dari pamannya yang berkata "pukul" maka Jokotole menahan kekang kudanya dengan keras sehingga kepala dari kuda itu menoleh kebelakang dan ia sendiri sambil memukulkan cambuknya yang mengenai Dempo Awang beserta perahunya sehingga hancur luluh ketanah tepat di atas Bancaran (artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Sementara Piring Dampo Awang jatuh di Ujung Piring yang sekarang menjadi nama desa di Kecamatan Kota Bangkalan. Sedangkan jangkarnya jatuh di Desa/Kecamatan Socah

Dengan kejadian inilah maka kuda terbang yang menoleh kebelakang dijadikan lambang bagi daerah Sumenep, sebenarnya sejak Jokotole bertugas di Majapahit sudah memperkenalkan lambang kuda terbang.

Dipintu gerbang dimana Jokotole ikut membuatnya terdapat gambar seekor kuda yang bersayap dua kaki belakang ada ditanah sedang dua kaki muka diangkat kebelakang, demikian pula di Asta Tinggi Sumenep disalah sati Congkop (koepel) terdapat kuda terbang yang dipahat di atas marmer. Juga pintu gerbang rumah kabupaten (dahulu Keraton) Sumenep ada lambang kuda terbang. Di museum Sumenep juga terdapat lambang kerajaan yang ada kuda terbangnya, karena itu sudah sepantasnyalah jika pemerintahan kota Sumenep memakai lambang kuda terbang.

Kisah Prabu Panggung Keraton


 Hasil gambar untuk kisah prabu panggung keraton

Cerita Rakyat Prabu Panggung Keraton adalah sebuah cerita rakyat dari Jawa Barat yang menceritakan tentang seorang putri kerajaan yang sedang mencari jodoh dengan syarat orang tersebut harus bisa memecahkan sebuah teka-teki darinya.
Mau tahu seperti apa teka-teki yang diberikan seorang putri dan apa jawaban-nya, simak ceritanya berikut ini !.
Kerajaan Dayeuh Manggung Masanggrahan adalah sebuah kerajaan kecil yang dipimpin oleh raja bernama Prabu Panggung Keraton.
Meski kecil namun kerajaan ini sangat makmur dan rakyatnya terjamin kesejahteraannya. Sang prabu memiliki seorang adik perempuan yang sangat cantik bernama Putri Rarang Purbaratna.
Masyarakat Dayeuh Manggung meyakini bahwa sang Putri adalah titisan bidadari karena Putri Rarang Purbaratna memiliki paras yang sangat jelita. Kecantikannya sulit dilukiskan dengan kata-kata. Rambutnya sehitam malam dan panjang bak mayang terurai.
Tubuhnya tinggi semampai dan dipercantik dengan kulit yang seperti mutiara. Matanya bening dan selalu berbinar seperti bintang.
Alisnya hitam melengkung seperti busur. Hidungnya mancung dan bibirnya semerah delima. Kecantikannya semakin sempurna dengan sikap sang putri yang baik hati dan selalu menebar senyumnya yang menawan.
Namun prabu Panggung Keraton sangat khawatir karena hingga usianya yang sudah menginjak remaja, putri Rarang Purbaratna belum juga mendapatkan jodoh. Maka suatu hari prabu Panggung Keraton memanggil adik kesayangannya.
"Rayi putri, ada yang ingin kakang tanyakan kepada Rayi. Hal ini menyangkut masa depan Rayi. Dan kakang harap rayi mau berterus terang pada kakang," kata sang prabu.
"Mengenai apa kakang? " tanya sang putri.
"Rayi...Rayi sekarang sudah remaja dan kakang merasa sudah saatnya Rayi mendapatkan jodoh. Kalau kakang boleh tahu, sudahkah ada pemuda pilihan hatimu?" tanya prabu.
"Ampun kakang, Rayi memang sudah lama memikirkan hal ini, namun memang Rayi belum tahu siapa yang akan menjadi jodoh Rayi. Bagi Rayi tidak soal siapa yang akan menjadi pendamping Rayi. Asalkan dia bisa memenuhi persyaratan Rayi, maka Rayi akan menerimanya apa adanya." tutur putri.
Hmmm...persyaratan apa Rayi?" tanya Prabu.
"Syaratnya hanyalah menjelaskan teka-teki dari Rayi!" kata putri.
"Apa bunyi teka-tekinya?" tanya prabu.
"Begini:
Teras kangkung hati bitung
Bekas itik dalam lubuk
Bekas angsa pada bantar
Bekas semut di atas batu
Daun padi kering menjarum
Sisir kecil tanduk kucing
Sisir besar tanduk kuda
Kemben layung kasunten
Berhiaskan bianglala
Tulis langit gurat mega
Panjangnya seputar jagat
Intan sebesar buah labu...
Begitulah bunyinya" kata sang putri.
Keesokan harinya Prabu Panggung Keraton mengirim ratusan utusan yang disebar ke seluruh negeri, bahkan juga ke negeri-negeri yang jauh.
Maka tidak berapa lama halaman istana sudah dipenuhi ribuan pemuda dan bahkan pria-pria tua yang ingin mengikuti sayembara. Sayangnya tidak satupun dari mereka yang bisa memecahkan teka-teki tersebut.
Beberapa hari kemudian banyak Raja-Raja dari negeri tetangga yang sudah mendengar mengenai kabar kecantikan putri Rarang Purbaratna mulai berdatangan. Namun mereka juga gagal. Salah seorang Raja yang juga gagal bernama Prabu Gajah Menggala dari kerajaan Kuta Genggelang.
Prabu Gajah Manggala sangat kecewa dengan kegagalannya. Dia bersumpah akan menyerang kerajaan Dayeuh Manggung jika suatu hari nanti putri Rarang Purbaratna menemukan jodohnya.
Sementara itu Pangeran Munding Larik dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang sudah berhari-hari mengembara di lautan, tanpa sengaja terdampar di kerajaan Dayeuh Manggung. Pangeran Munding Larik adalah seorang pemuda yang sangat tampan dan gagah.
Dia melakukan pengembaraan dalam rangka menambah wawasan dan pengalaman sebelum dia naik tahta menggantikan ayahandanya yang sudah sepuh. Selain itu ibundanya juga berharap Pangeran Munding Larik akan menemukan jodoh di perjalanannya itu. Ayahandanya membekali pangeran Munding Larik dengan sebuah gambar bernama Nusa Tiga Puluh Tiga - Bengawan Sewidak Lima.
Menurutnya di sanalah nanti pangeran Munding Larik akan bertemu jodohnya. Pangeran juga dibekali dengan sebuah senjata bernama Senjata Sejuta Malang dan sebilah keris bernama Keris Gagak Karancang.
Pangeran dengan ditemani patihnya memutuskan untuk meneruskan perjalanan lewat daratan. Setelah berjalan jauh akhirnya mereka sampai di sebuah dataran tinggi. Iseng-iseng pangeran membuka gambar yang diberikan ayahnya. Alangkah terkejutnya karena ternyata daerah tersebut sama persis dengan gambar yang dipegangnya. Maka pangeran dan para pengikutnya memutuskan untuk menemui Raja negeri tersebut.
 Prabu Panggung Keraton dengan senang hati menerima kedatangan Pangeran Munding Larik. Dijelaskannya bahwa negeri tersebut sedang mengadakan sayembara untuk mendapatkan adik semata wayangnya. Pangeran Munding Larik memutuskan untuk ikut sayembara tersebut dan ternyata bisa memecahkan teka-teki sang putri dengan mudah.
Teras kangkung hati bitung
Bekas itik dalam lubuk
Bekas angsa pada bantar
Bekas semut di atas batu
Daun padi kering menjarum
Sisir kecil tanduk kucing
Sisir besar tanduk kuda
Kemben layung kasunten
Berhiaskan bianglala
Tulis langit gurat mega
Panjangnya seputar jagat
Intan sebesar buah labu...
"Artinya bahwa setiap ilmu kesejahteraan adalah jalan menuju keselamatan. Itulah yang dinamakan kehampaan sejati. Yang berarti asal yang sejati dan kehidupan yang sejati. Siapa pun yang sudah memahami hal tersebut, maka tentunya akan bertemu dengan kesejahteraan dan keselamatan. Dan itulah yang disebut dengan kesempurnaan sejati," tutur pangeran Munding Larik.
Karena Pangeran berhasil menebak arti teka-teki tersebut, maka Pangeran Munding Larik yang memenangkan sayembara tersebut dan berhak mempersunting Putri Rarang Purbaratna. Maka segeralah digelar pesta pernikahan besar-besaran. Seluruh rakyat negeri Dayeuh Mangung menyambut gembira dan ikut berpesta di istana.
Tidak demikian halnya dengan para raja yang gagal mempersunting Putri Rarang Purbaratna. Salah satunya Prabu Gajah Menggala. Dia berniat melaksanakan sumpahnya untuk mengganggu ketentraman negeri Dayeuh Manggung. Dia lalu pergi ke Goa Jotang untuk menemui siluman Jonggrang Kalapitung yang terkenal sakti dan memintanya untuk menculik Putri Purbaratna.
Tentu saja itu adalah hal mudah bagi siluman tersebut. Dengan mudah dia menemukan kamar putri Rarang Purbaratna yang saat itu sedang tertidur pulas. Namun begitu melihat kecantikan sang putri, Jonggrang Kalapitung jatuh hati. Alih-alih menculik sang putri untuk dibawa ke tempat Prabu Gajah Menggala, Jonggrang Kalapitung malah menyembunyikannya.
Prabu Panggung Keraton sangat marah mengetahui adiknya diculik. Dia mengutus patihnya untuk menemui Prabu Gajah Menggala yang diyakini sebagai dalang penculikan adiknya. Namun patihnya malah menemui ajal di tangan Prabu Gajah Menggala. Maka Prabu Panggung Keraton memutuskan untuk menghadapinya sendiri. Maka berangkatlah ia ke negeri Kuta Genggaleng.
Saat bertemu mereka pun bertarung. Keduanya sama-sama sakti. Berbagai jurus dan ilmu mereka keluarkan. Akhirnya menjelang sore, Prabu Gajah menggala yang sudah kelelahan dapat dikalahkan oleh prabu Panggung Keraton.
Dengan ketakutan Prabu Gajah Menggala memohon ampun dan berjanji akan mengembalikan putri Rarang Purbaratna. Maka dia pun segera menemui Jonggrang Kalapitung dan membawa kembali Putri Rarang Purbaratna ke negerinya.
 
Namun rupanya Jonggrang Kalapitung yang sudah jatuh hati masih menyimpan rasa sukanya kepada Putri Rarang Purbaratna. Maka beberapa bulan kemudian saat sang putri sedang hamil tua, Jonggrang Kalapitung kembali menculiknya.
Namun di perjalanan Putri Rarang Purbaratna melahirkan bayi kembar, sehingga Jonggrang Kalapitung memutuskan untuk merubah dirinya menjadi ular besar lalu menelan sang putri dan meninggalkan bayi kembarnya di tengah hutan.
Prabu Panggung Keraton yang menyusul menemukan kedua bayi kembar tersebut. Ajaib sekali, meski masih bayi mereka sudah bisa berlari-lari sehingga sang prabu pun maklum bahwa mereka bukan bayi sembarangan.
Maka mereka bertiga pun segera mengejar ular besar yang menelan Putri Rarang Purbaratna. Setelah melalui perkelahian yang sangat seru, Jonggrang Kalapitung pun tewas tertebas keris pusaka Prabu Panggung Keraton
Akhirnya mereka berhasil mengeluarkan Putri Rarang Purbaratna yang ternyata masih hidup dari dalam perut ular siluman tersebut dan kemudian mereka kembali ke negeri Dayeuh Manggung dan mereka pun hidup berbahagia.
Pesan moral yang bisa kita petik dari cerita rakyat dari Jawa Barat yang berjudul Prabu Panggung Keraton ini adalah janganlah menyimpan dendam karena sebuah dendam tidak pernah melahirkan sebuah kebaikan tetapi justru akan membawa malapetaka.

Asal Mula Pulau Emas



 Hasil gambar untuk asal mula pulau emas
 Pulau Mas adalah nama sebuah pulau kecil yang dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata ini mempunyai sebuah cerita rakyat tersendiri mengenai asal muasal Pulau Mas tersebut sehingga dinamakan sebagai Pulau Mas.


Alkisah suatu hari Raden Wiralodra akan membuka hutan Indramayu untuk dijadikan pemukiman atau pedukuhan.
Namun, usaha itu banyak mengalami halangan dan rintangan yang mengganggu rencananya. Salah satu kendala yang sangat berat adalah ia harus berhadapan dengan jin penguasa hutan Indramayu.
Jin itu akan membinasakan setiap orang yang mencoba mengusik kekuasaannya.
Begitu pula saat ada Raden Wiralodra yang sedang membabat hutan Indramayu untuk dijadikan tempat tinggal, maka dengan serta merta si jin marah dan menghalau rencana Raden Wiralodra.
Akibatnya, pertempuran pun tidak dapat dielakkan. Raden Wiralodra yang gagah perkasa berhadapan dengan makhluk jin yang terkenal sangat sakti. Keduanya mengeluarkan semua ilmu kedigjayaan masing-masing.
Tidak diketahui berapa lamanya pertempuran itu terjadi, namun kuasa Tuhan menentukan bahwa manusia-lah yang harus menang. Raden Wiralodra berhasil mengalahkan jin.
Setelah jin itu takluk, ia mohon kepada Raden Wiralodra agar diberi kebebasan untuk hidup di sebuah pulau. Di sana ia tidak akan mengganggu manusia lagi, terutama keturunan Raden Wiralodra.
Pendek kata, Raden Wiralodra mengabulkan keinginan makhluk jin tadi. Maka pergilah jin itu menuju ke sebuah pulau. Ia menetap di pulau itu sampai kini.
Masyarakat sekitar pulau tersebut, jika malam hari sering melihat pulau tersebut bercahaya kekuningan seperti sinar emas, maka disebutlah Pulau tersebut dengan nama Pulau Mas.
 

Dongeng Anak Sunda : Asal Usul Indramagu


Hasil gambar untuk asal usul indramayu

Indramayu adalah sebuah kabupaten di Jawa Barat. Ada beberapa versi mengenai sejarah nama Indramayu ini. Salah satunya diambil dari kisah Raden Wiralodra. Raden Wilarodra adalah anak Tumenggung Gagak Singalodra yang bermukim di daerah Banyuurip, Bagelen, Jawa Tengah. Suatu saat, Raden Wiralodra ingin mengembangkan wilayah di sekitar Sungai Cimanuk.
Kemudian, wilayah ini berkembang pesat di bawah kepemimpinan Roden Wiralodra. Tak puas di sana, ia ingin mengembangkan daerah kekuasaannya ke daerah Sumedang. Saat itu, Sumedang dipimpin oleh seorang adipati. Dengan kesaktiannya, Raden Wiralodra mengubah dirinya menjadi seorang perempuan yang cantik jelita bernama Nyi Endang Dharma Ayu. Kecantikan perempuan ini membuat Adipati Sumedang terpikat dan berniat melamarnya.
"Aku akan menerima lamaranmu jika kau memberikan aku tanah seluas kulit kerbau.” ujar Nyi Endang Dharma Ayu.
Adipati Sumedang pun memenuhinya. Ketika gulungan kulit kerbau tersebut digelar, secara ajaib ternyata kulit itu membentang luas dari Begelen ke Sumedang.
Setelah menikah, Nyi Endang Dharma Ayu kembali ke wujudnya semula menjadi seorang laki-laki, yaitu Raden Wiralodra. Nama Endang Dharma Ayu kemudian berubah menjadi Dermayu dan lama-kelamaan menjadi Indramayu yang dijadikan sebagai nama daerah tersebut.
Catatan dari Dongeng Anak Sunda : Asal Usul Indramayu adalah Indramayu merupakan daerah di Pantai Utara, sebelah barat Cirebon.