Bisnis Toko Online 468x60

Kisah Sangkuriang

Sangkuriang menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Timun Mas

Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Cindelaras

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya.

Si Kelingking

Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Danau Toba

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras.

Saturday, February 20, 2016

Legenda Lawang Sewu

Sejarah Lawang Sewu yang terletak di tengah Kota Semarang Jawa Tengah ternyata menjadi sebuah tempat yang disukai bagi wisatawan mancanegara maupun dalam negri kita sendiri, apa si yang mereka ketahui tentang Lawang Sewu yang terkenal sampai mancanegara apa karna sejarah nya atw mesteri nya, Meski pihak pengelola wisata Jawa Tengah termasuk Dinas Pariwisatanya tidak ingin destynasinya dikenal karena aura misteri akan tetapi nilai sejarahlah yang harus digali di lingkungan Lawang Sewu , sejak pendiriannya hingga keberadaannya kini. Kata salah satu Pemandu Wisata (Joko) nama disamarkan, di Semarang Kamis malam 17 Januari 2013.

Kenapa wisatawan lebih suka pada cerita misteri dari pada sejarah, ternyata Lawang Sewu yang dimisterikan dari kejamnya sang Jepang dalam mengelola gedung tersebut yang dulu sebagai pusat perkantoran perkereta-apian diubah sebagai tempat pembantaian bagi penduduk Indonesia di bawah tanah dari lubang pembuangan yang ada di Lawang Sewu. Gedung tua ini sebelum jaman penjajahan Jepang adalah bangunan biasa saja.kantor perkereta - apian yg dikelola belanda.cerita misteri bermula saat jepang masuk menyerbu gedung dan menjadikan gedung sebagai salah satu basis peristirahatan tentara jepang.

Mengapa gedung ini disebut Lawang Sewu (pintu seribu) memang memiliki alasan tersendiri, pintu tersebar dimana-mana. Sebagai gambaran lantai 2 di bagian belakang gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing2 memiliki 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu menyerupai jendela, maka saya yakin lawang sewu memiliki 1000 pintu.memiliki kesan horor pun berlanjut ke 'bungker' bawah tanah. sebenarnya ini bukanlah bungker, melainkan tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda. maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut. Di dalam nya Lawang Sewu memiliki, Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.

terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yg di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.

Menurut Cerita dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat si di lawang sewu terdapat ruangan bawah tanah yang memiliki kesan sangat menyeram kan di ruang bawah tanah ini sering terdengar suara-suara mistis yang menyeramkan. Bahkan salah satu stasiun televisi swasta pernah meliput dan mengadakan acara uji nyali ditempat ini. Saya pun sedikit merasakan bagaimana perasaan peserta uji nyali pada saat itu. Pasti merinding karena diruang bawah tanah ini suasananya gelap, basah, dan sunyi.

Nah demikianlah ringkasan Legenda Lawang Sewu bangunan tua di Kota Semarang yg bersejarah itu.


sumber
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
 0 Comments  0 Comments
Sejarah Lawang Sewu yang terletak di tengah Kota Semarang Jawa Tengah ternyata menjadi sebuah tempat yang disukai bagi wisatawan mancanegara maupun dalam negri kita sendiri, apa si yang mereka ketahui tentang Lawang Sewu yang terkenal sampai mancanegara apa karna sejarah nya atw mesteri nya, Meski pihak pengelola wisata Jawa Tengah termasuk Dinas Pariwisatanya tidak ingin destynasinya dikenal karena aura misteri akan tetapi nilai sejarahlah yang harus digali di lingkungan Lawang Sewu , sejak pendiriannya hingga keberadaannya kini. Kata salah satu Pemandu Wisata (Joko) nama disamarkan, di Semarang Kamis malam 17 Januari 2013.

Kenapa wisatawan lebih suka pada cerita misteri dari pada sejarah, ternyata Lawang Sewu yang dimisterikan dari kejamnya sang Jepang dalam mengelola gedung tersebut yang dulu sebagai pusat perkantoran perkereta-apian diubah sebagai tempat pembantaian bagi penduduk Indonesia di bawah tanah dari lubang pembuangan yang ada di Lawang Sewu. Gedung tua ini sebelum jaman penjajahan Jepang adalah bangunan biasa saja.kantor perkereta - apian yg dikelola belanda.cerita misteri bermula saat jepang masuk menyerbu gedung dan menjadikan gedung sebagai salah satu basis peristirahatan tentara jepang.

Mengapa gedung ini disebut Lawang Sewu (pintu seribu) memang memiliki alasan tersendiri, pintu tersebar dimana-mana. Sebagai gambaran lantai 2 di bagian belakang gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing2 memiliki 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu menyerupai jendela, maka saya yakin lawang sewu memiliki 1000 pintu.memiliki kesan horor pun berlanjut ke 'bungker' bawah tanah. sebenarnya ini bukanlah bungker, melainkan tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda. maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut. Di dalam nya Lawang Sewu memiliki, Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.

terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 
60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yang di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.

Menurut Cerita dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat si di lawang sewu terdapat ruangan bawah tanah yang memiliki kesan sangat menyeram kan di ruang bawah tanah ini sering terdengar suara-suara mistis yang menyeramkan. Bahkan salah satu stasiun televisi swasta pernah meliput dan mengadakan acara uji nyali ditempat ini. Saya pun sedikit merasakan bagaimana perasaan peserta uji nyali pada saat itu. Pasti merinding karena diruang bawah tanah ini suasananya gelap, basah, dan sunyi.


Saturday, February 13, 2016

Jaka Tarub Dan Tujuh Bidadari


Alkisah seorang pemuda, yang bernama Jaka Kudus, mengembara karena dimarahi ayahnya Ki Ageng Kudus. Dalam pengembaraanya Jaka Kudus menikahi putri Ki Ageng Kembanglampir. Tak lama berselang Putri itupun mengandung dan akhirnya meninggal saat melahirkan seorang bayi laki-laki.

Bayi laki-laki yang ditinggal mati ibunya itu, ditemukan seorang pemburu bernama Ki Ageng Selandaka. Si bayi digendong sambil mengejar burung sampai ke desa Tarub. Karena suatu hal, Ki Ageng Selandaka akhirnya meninggalkan bayi tersebut sendirian. Untunglah, si bayi ditemukan seorang janda yaitu Nyai Ageng Tarub, dan dijadikan anak angkat. Oleh penduduk sekitar ia dipanggil dengan nama Jaka Tarub.

Jaka Tarub merupakan pemuda yang memiliki kesaktian juga gagah berani serta gemar berburu. Dengan keberaniannya itu ia sering bolak-balik ke hutan yang ada di gunung keramat untuk berburu. Di dalam gunung itu terdapat telaga yang sangat indah.

Pada suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Jaka Tarub terpikat oleh tujuh bidadari itu, kemudian ia mengambil selendang salah satu bidadari itu. Setelah para bidadari selesai mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari yang tidak menemukan selendangnya tidak dapat kembali ke kahyangan dan dia ditinggalkan oleh teman-temannya karena hari mulai senja. Tak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu yang bernama Nawangwulan, dan merekapun akhirnya pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah menjelang malam.

Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah dan memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawangwulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasaan yang akan dilakukannya nanti setelah ia menjadi istri Jaka Tarub. Rahasianya yaitu, Nawangwulan memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Namun setelah mereka menikah Jaka Tarub memang terlihat penasaran namun dia tidak bertanya langsung kepada Nawangwulan melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang biasa dijadikan istrinya untuk memasak nasi. Akibat dari perbuatannya itu akhirnya Nawangwulan kehilangan kekuatannya hingga saat itu ia menanak nasi seperti wanita umumnya.

Lama-kelamaaan gabah yang ada di lumbungnya habis. Ketika gabahnya tinggal sedikit, ternyata selendang Nawangwulan ada di lumbung gabah tersebut yang di sembunyikan oleh suaminya.
Disana Nawangwulanpun merasa sangat marah ketika ternyata suaminyalah yang mencuri benda itu hingga akhirnya ia mengancam untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun memelas agar istrinya tidak pergi lagi ke kahyangan, namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi kembali ke kahyangan. Namun begitu sesekali ia tetap turun ke bumi untuk menyusui bayinya.

Setelah itu Jaka Tarub menjadi pemuka desa dan memiliki gelar Ki Ageng Tarub. Ia bersahabat dengan Raja Majapahit yaitu Brawijaya. Suatu hari, Brawijaya memerintahkan kepada anak angkatnya Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawen untuk mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular kepada Ki Ageng Tarub. Karena Jaka Tarub tahu kalau Bondan Kejawen itu putra kandung Raja Brawijaya, kemudian Jaka Tarub meminta agar dia tinggal.

Sejak saat itu, Ki Ageng Tarub mengangkat Bondan Kejawen sebagai anak angkat dan namanya diganti menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, merekapun akhirnya dinikahkan.

Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Maka Lembu Peteng diangkat menjadi Ki Ageng Tarub yang baru. Lembu Peteng dan Nawangsih memiliki seorang putra yang di beri nama Ki Getas Pandawa. Lalu Ki Ageng Getas Pandawa memiliki seorang putra yang dikenal dengan nama Ki Ageng Sela yang merupakan kakek buyut dari pendiri Kesultanan Mataram yaitu Panembahan Senapati.

Roro Mendut


Alkisah di Pantai Utara Kadipaten Pati, hiduplah seorang gadis yang sangat cantik jelita. Ia bernama Roro Mendut. Ia adalah putri seorang nelayan. Kecantikan Roro Mendut sangat tersohor, hingga beritanya sampai kepada Adipati Pragolo II, penguasa Kadipaten Pati. Adipati Pragolo penasaran dan ingin melihat Roro Mendut. Ternyata benar. Roro Mendut luar biasa cantiknya. Adipati Pragolo pun langsung terpesona.

Adipati Pragolo melamar Roro Mendut untuk di jadikan selir. Namun Roro Mendut menolak. Adipati Pragolo tidak menyerah. Berulang kali ia melamar Roro Mendut. Roro Mendut tetap menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih, yaitu Pranacitra, pemuda desa yang tampan, anak seorang saudagar kaya raya. Adipati Pragolo marah. Maka ia pun menyuruh pengawalnya untuk menculik Roro Mendut.

Suatu siang, saat Roro Mendut sedang menjemur ikan, tiba-tiba ia diseret paksa oleh dua orang pengawal kadipaten. Ia dinaikkan ke kuda dan di bawa ke kadipaten. Karena tetap tidak mau di jadikan selir, maka ia pun di pingit di dalam kadipaten.

Saat itu Kadipaten Pati berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Karena Kadipaten Pati tidak membayar upeti, maka Sultan Agung memerintahkan panglima perangnya, yaitu  Tumenggung Wiraguna, untuk menyerang kadipaten Pati. Kadipaten Pati yang tidak siap siaga menjadi kalang kabut dan akhirnya kalah. Adipati Pragolo pun dibunuh oleh Tumenggung Wiraguna dengan menggunakan senjata Baru Klinthing. Maka seluruh kekayaan beserta orang-orang di Kadipaten pati diboyong ke Mataram.

Saat itulah Tumenggung Wiraguna melihat Roro Mendut. Ia terpesona dan langsung melamarnya untuk di jadikan selir. Roro Mendut menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih. Tumenggung Wiraguna marah. Sebagai hukuman, ia mengharuskan Roro Mendut untuk membayar upeti. Roro Mendut mencari cara untuk memperoleh uang, guna membayar upeti. Maka iapun meminta ijin untuk berjualan rokok di pasar. Karena kecantikannya yang luar biasa, maka dagangannya pun laris manis. Bahkan putung hasil isapannya pun laris terjual dengan harga mahal.

Suatu hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun berencana untuk melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun menceritakan ihwal pertemuannya dengan Pranacitra dan rencana mereka untuk melarikan diri dari kerajaan Mataram, kepada dua orang selir Tumenggung Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi.

Dibantu oleh dua orang selir tersebut, Roro Mendut berhasil melarikan diri bersama Pranacitra. Namun sayang, usaha mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Maka Roro Mendut pun dibawa pulang ke kerajaan. Sementara itu, tanpa sepengetahuan Roro Mendut, Pranacitra dibunuh, dengan harapan Roro Mendut mau menikah dengan Tumenggung Wiraguna.

Tumenggung Wiraguna kembali mendesak Roro Mendut agar mau jadi selirnya.

“Tidak. Saya sudah punya calon suami” Kata Roro Mendut.
“Percuma kamu mengharapkan laki-laki itu. Dia sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
“Tidak mungkin. Saya baru saja bertemu dia.” Timpal Roro Mendut.
“Kalau tidak percaya, ayo, kuantar ke makamnya.” Kata Tumenggung Wiraguna.

Melihat makam itu, Roro Mendut menjerit histeris.

“Sudahlah, tidak ada gunanya meratapi orang yang sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
Maka Roro Mendut ditarik paksa agar kembali ke kerajaan. Roro Mendut meronta-ronta. Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung Wiraguna, secepat kilat ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke makam Pranacitra.

“Jangan Roro Mendut!” Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro Mendut.

Tetapi terlambat. Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun roboh di atas makam Pranacitra. Tumenggung Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. Sebagai ungkapan penyesalannya, maka ia pun memakamkan Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra.

Asal Mula Bledug Kuwu


Kubangan lubang tanah yang menyemburkan lumpur di lahan tanah tak kurang sekitar 40 hektar di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah dipercaya sebagai tapak tilas makhluk mengerikan berwujud ular naga raksasa yang mencari lokasi kerajaan bapaknya. Masyarakat sekitar percaya bahwa lubang di Bledug Kuwu itu terhubung dengan laut selatan, sehingga air semburan itu berasa asin. Dan inilah cerita turun temurun dari masyarakat sekitar tentang asal mula Bledug Kuwu tersebut.

Konon pada Jaman dahulu di kerajaan Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja bernama Prabu Dewata Cengkar. Dia adalah sosok raja yang sombong, serakah dan ditakuti. Ia juga dikenal sebagai raja yang tidak bisa mati, sehingga tidak pernah kalah kala bertarung melawan musuh-musuhnya. Ia juga sering menarik upeti kepada rakyat semaunya. Jika ada yang membangkang, langsung dibunuh. Apabila ada prajurit yang tidak taat, langsung dipecat bahkan hingga dihukum mati. Konon, Dewata Cengkar mempunyai ritual meminum darah manusia. Kesaktian raja itu menyebabkan dirinya tidak bisa terbunuh atau mati. Namun akhirnya datanglah seorang tokoh ksatria dari negeri Tibet bernama Aji Saka. Di tangan Aji Saka lah Dewata Cengkar kuwalahan dalam menghadapinya. Terjadi pertarungan hingga akhirnya Dewata Cengkar kalah. Meski demikian, pertarungan itu tidak menyebabkan raja tersebut terbunuh, dia hanya kalah bertarung. Dewata Cengkar kemudian melarikan diri ke laut selatan dan malih rupa menjadi bajul putih atau buaya putih. Aji Saka kemudian mengutus anaknya bernama Jaka Linglung, untuk mengejarnya ke laut selatan.

Jaka Linglung sendiri konon adalah merupakan sosok lelaki yang sakti mandraguna, namun ia mempunyai fisik buruk rupa dan mengerikan. Kepercayaan masyarakat sekitar, Jaka Linglung digambarkan sebagai ular naga raksasa. Sebelum berangkat ke laut selatan, Jaka diberi pesan oleh ayahnya. Jika menang melawan Bajul Putih, ia tidak diperbolehkan pulang melalui jalur darat, melainkan harus melalui perut bumi.

Mengapa lewat jalur bawah tanah? Karena, fisik Jaka Linglung supaya tidak dilihat oleh masyarakat, sebab jika melihatnya, dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Terlebih fisiknya yang menakutkan. Bajul Putih pun akhirnya berhasil dibunuh oleh Jaka Linglung dalam pertarungan di laut selatan. Jaka pun kemudian pulang sebagaimana pesan ayahnya, yakni melalui jalur bawah tanah. Begitu keluar, ia menyembul di daratan Desa Kuwu ini.

Konon , keanehan itu disebabkan adanya lubang yang menghubungkan  tempat itu dengan laut selatan. Lubang itu sendiri terjadi dari perjalanan pulang Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan, setelah melaksanakan tugasnya untuk menaklukkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya  putih di laut selatan. Dan hal itu dilakukan Joko Linglung yang berujud ular naga sebagai syarat agar Joko Linglung diakui sebagai anaknya Aji Saka yang sebagai raja Medang Kamulan ketika itu.

Yang menarik , letupan di Bledug Kuwu ini punya nama masing-masing. Letupan terbesar Bledug Kuwu dinamai Joko Tuwo. Dia meledak secara berkala sekira 15 detik sekali dengan bunyi “Bledug” seperti namanya kini. Lemparan lumpur sekira 5-10 meter ke udara dan jatuh ke tanah sekira 10 meter. Sementara letupan terkecil disebut Roro Denok, bunyinya lebih lemah. Kapasitas lemparan ke udara hanya 1-2 meter ke udara. Frekuensi letusan Joko Tuwo 4-5 kali per menit. Sementara letusan kecil mencapai 10 kali lebih per menit.

Adanya  kandungan  garam  ditempat  itu  oleh  masyarakat  setempat  dimanfaatkan  untuk  membuat  garam  secara  tradisional  dengan cara airnya dikeringkan di glagah (bambu yang dibelah jadi dua). Ada juga yang membawa lumpur Bledug Kuwu untuk dibawa pulang dan konon lumpur itu buat lulur di kulit agar kulit terhindar dari penyakit kulit juga diyakini bisa membuat lebih cemerlang bagi kulit yang sudah sehat.

Sunday, February 7, 2016

Legenda Atu Belah ( Batu Belah )

Kisah ini terjadi di Desa Penurun, Tanah Gayo, ratusan tahun yang silam. Dahulu kala, ada suatu keluarga miskin yang terdiri dari seorang ayah, ibu, seorang anak yang berumur tujuh tahun, dan seorang anak lain yang masih menyusu. Sang ayah ialah seorang petani. Di waktu senggang ia selalu berburu rusa di hutan. Di samping itu ia juga banyak menangkap belalang di sawah untuk dijadikan makanan, bila tidak berhasil memperoleh rusa buruan. Belalang itu dikumpulkan sedikit demi sedikit di sebuah lumbung padi yang kosong karena sedang musim paceklik. 

Pada suatu hari sang ayah pergi berburu rusa ke dalam hutan. Di rumah tinggal istri dan anak-anaknya. Waktu saat makan tiba, anak yang besar merajuk karena tidak ada ikan sebagai teman nasinya. Juga tidak tersedia lauk pauk lainnya di rumah itu. Peristiwa ini membuat hati ibunya sedih benar. 

Akhirnya, si ibu memerintahkan agar putranya mengambil belalang sendiri di dalam lumbung. Tatkala si anak membuka pintu lumbung, ia kurang hati-hati, pintu lumbung tetap terbuka. Keadaan ini menyebabkan semua belalang terbang ke luar. 

Sementara itu ayahnya pulang berburu. Sang ayah kelihatan amat kesal dan lelah. Ia tidak memperoleh rusa buruan. Kemarahannya menjadi bertambah besar ketika ia mengetahui dari istrinya bahwa semua belalang di lumbung telah terbang. Kekesalannya pun bertambah pula bila diingatnya betapa lamanya ia telah mengumpulkan belalang-belalang itu. Kini semuanya lenyap dalam tempo sekejap saja. Dalam keadaan lupa diri itu, si ayah memukul istrinya sampai babak belur. Kemudian ia menyeretnya ke luar rumah.

Sambil merintih kesakitan. sang ibu pergi meninggalkan rumahnya. Dalam keputus asaan ia menuju ke Atu Belah yang selalu menerima dan menelan siapa saja yang bersedia ditelannya. Niat semacam ini dapat terkabul jika ia menjangin, yaitu mengucapkan kata-kata sambil bernyanyi dalam bahasa Gayo sebagai berikut:
"Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu. " Artinya: Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa lalu. 

Kata-kata itu dinyanyikan berkali-kali secara lembut oleh ibu yang malang itu. Sementara itu si ibu menuju ke Atu Belah, kedua anaknya terus mengikutinya sambil menangis dari kejauhan. Yang besar menggendong adiknya yang masih kecil.

Akhirnya apa yang terjadi? Lambat-lambat tetapi pasti bagian batu yang terbelah itu terbuka. Tanpa ragu-ragu lagi si ibu masuk ke dalam mulut batu. Sedikit demi sedikit tubuhnya ditelan oleh Batu Besar setelah ia berulang kali menyanyikan kalimat yang bertuah itu.

Pada waktu kedua kakak beradik itu tiba di sana. Keadaan alam di sekitarnya amat buruk. Hujan turun  deras disertai angin ribut. Bumi terasa bergetar karena sedang menyaksikan Atu Belah menelan manusia. Setelah semua reda, dengan hati hancur luluh kedua kakak beradik itu hanya dapat melihat rambut ibunya yang tidak tertelan Atu Belah. Kemudian anak sulungnya mencabut tujuh helai rambut ibunya untuk dijadikan jimat pelindung mereka berdua.

Legenda Reog Ponorogo

Dahulu kala ada seorang puteri yang cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit. Ia puteri salah satu raja yang terkenal di Kediri. Karena wajahnya yang cantik jelita dan sikapnya yang lembut, banyak pangeran dan raja-raja ingin meminangnya untuk dijadikan sebagai istri.

Namun sayangnya Dewi Sanggalangit belum memiliki keinginan untuk berumah tangga sehingga membuat pusing kedua orang tuanya. Padahal kedua orang tuanya sudah sangat mendambakan seorang cucu ditengah-tengah keluarga mereka.

"Anakku, sampai kapan kau menolak setiap pangeran yang datang melamarmu?" Tanya raja pada suatu hari.
"Ayahanda, sebenarnya hamba belum berhasrat untuk bersuami. Namun jika ayahanda sangat mengharapkan hamba untuk menikah, baiklah. Tapi hamba meminta syarat, suami hamba harus memenuhi keinginan hamba".
"Lalu apa keinginanmu?"
"Hamba belum tahu.."
"Lho, kok aneh??" sahut baginda.
"Hamba akan bersemedi terlebih dahulu untuk meminta petunjuk Dewa. Setelah itu hamba akan menghadap ayahanda untuk menyampaikan keinginan hamba."

Demikianlah, lalu Dewi Sanggalangit bersemedi selama tiga hari tiga malam memohon petunjuk sang Dewa. Lalu pada hari ke empat ia menghadap ayahandanya.

"Ayahanda, calon suami hamba harus mampu menghadirkan sebuah tontonan yang menarik. Tontonan atau pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Semacam tarian yang diiringi tabuhan dan gamelan, dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus empat puluh ekor yang nantinya akan dijadikan sebagai pengiring pengantin. Terakhir harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua.

"Wah berat sekali syaratmu itu..!!" Sahut baginda.

Meski berat, namun syarat itu tetap diumumkan kepada rakyat-rakyatnya, tak terkecuali raja-raja dan pangeran dari negeri tetangga dan seberang.

Para pelamar yang tadinya menggebu-gebu unuk memperistri Dewi Sanggalangit banyak yang ciut nyalinya dan akhirnya mereka mengundurkan diri karena merasa syarat yang harus dipenuhi sangat mustahil dan berat.

Akhirnya tinggal dua orang saja yang tersisa dan menyatakan siap dan sanggup untuk memenuhi permintaan Dewi Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelana Swandana dari Kerajaan Bandarangin.

Baginda Raja sangat terkejut mendengar kesanggupan kedua raja itu. Sebab raja Singabarong adalah manusia yang aneh, ia seorang manusia berkepala harimau. Wataknya buas dan kejam. Sedangkan Kelanaswandana adalah seorang raja yang berwajah tampan dan gagah, namun punya kebiasaan aneh. Suka pada anak laki-laki. Anak laki-laki dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.

Namun semua sudah terlanjur, Dewi Sanggalangit tidak bisa menggagalkan persyaratan yang telah diumumkannya.

Raja Singabarong bertubuh besar dan tinggi. Dari bagian leher ke atas berwujud harimau yang menyeramkan. Berbulu lebat dan dipenuhi dengan kutu-kutu. Itulah sebabnya ia memelihara seekor burung merak yang rajin mematuki kutu-kutunya.

Raja Singabarong telah memerintahkan kepada para abdinya untuk mencarikan kuda-kuda kembar. Mengerahkan para seniman untuk menciptakan sebuah tontonan yang menarik dan mendapatkan seekor binatang berkepala dua.. Namun pekerjaan tersebut ternyata tidak mudah. Kuda kembar sudah bisa dikumpulkan, namun tontonan dengan kreasi yang baru belum juga tercipta, demikian pula dengan binatang berkepala dua belum juga bisa didapatkan.

Maka pada suatu hari ia memanggil patihnya yang bernama Iderkala. Ia diutus oleh Raja Singabarong untuk menyelidiki kesiapan dari pesaingnya, Kelanaswandana. Patih Iderkala dan beberapa prajurit terlatihnya segera berangkat menuju kerajaan Bandarangin dengan menyamar sebagai seorang pedagang. Setelah mereka melakukan penyelidikan dengan seksama selama beberapa hari, mereka kembali ke Lodaya.

"Ampun Baginda. Kiranya si Kelanaswandana hampir berhasil mewujudkan permintaan Dewi Sanggalangit. Hamba melihat lebih dari seratus kuda dikumpulkan. Mereka juga telah menyiapkan tontonan yang  menarik dan sangat menakjubkan." Patik Iderkala melaporkan.

"Wah Celaka..!! Kalau begitu, sebentar lagi dia dapat merebut Dewi Sanggalangit sebagai istrinya." Kata Raja Singabarong."Lalu bagaimana dengan binatang berkepala duanya?? Apa mereka juga sudah siapkan??"

"Hanya binatang itulah yang belum mereka siapkan Baginda, tapi nampaknya sebentar lagi mereka dapat menyiapkannya" Sambung Patih Iderkal.

"Patih Iderkala, mulai siapkan prajurit pilihan yang terbaik dengan persenjataan yang lengkap. Setiap saat mereka harus siap diperintah untuk menyerbu ke Bandarangin.

Demikianlah, Raja Singabarong ingin bermaksud untuk merebut hasil usaha keras Raja Kelanaswandana. Setelah mengadakan persiapan yang matang, Raja Singabarong memerintahkan beberapa mata-matanya untuk menyelidiki perjalanan yang ditempuh Raja Kelanaswandana dari Wengker menuju Kediri. Rencananya Raja Singabarong akan menyerbu mereka diperjalanan dan merebut hasil usaha Raja Kelanaswandana untuk diserahkan sendiri kepada Dewi Sanggalangit.

Namun, Rencana Raja Singabarong hancur karena semua mata-matanya berhasil ditangkap dan dibunuh oleh prajurit kerajaan Bandarangin karena kedok mereka terbongkar.

Sementara itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari prajurit mata-matanya yang di kirim ke kerajaan Bandarangin nampak gelisah. Ia segera memerintahkan kepada patih Iderkala untuk menyusul mereka ke perbatasan. Sementara ia sendiri pergi ke taman sari untuk menemui si burung merak, karena pada saat itu kepalanya terasa gatal sekali.

"Hai burung merak, cepat patukilah kutu-kutu dikepalaku!" Teriak Raja Singabarong menahan gatal.

Burung merak yang biasa melakukan tugasnya segera hinggap di bahu Raja Singabarong dan mulai mematuki kutu-kutu yang bertebaran di kepala Raja Singabarong. Karena Patukan-patukan yang nikmat dari Burung Merak itu, Raja Singabarong sampai tertidur pulas. Ia sama sekali tak mengetahui keadaan diluar istana. Karena tak ada prajurit yang berani melapor kepadanya.

Di luar istana pasukan Bandarangin telah menyerbu dan mengalahkan prajurit Lodaya. Bahkan patih Iderkala yang dikirim ke perbatasan telah tewas terlebih dahulu karena berpapasan dengan pasukan Bandarangin. Ketika pertempuran itu sudah merambat ke dalam istana dekat taman sari, barulah Raja Singabarong terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ribut-ribut. Sementara si burung merak masih saja terus mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singabarong. Jika dilihat secara sepintas dari depan Raja Singabarong terlihat seperti binatang berkepala dua yaitu berkepala harimau dan merak.

"Hai mengapa diluar sana ribut-ribut...!!!" Teriak Raja Singabarong marah.

Namun tak ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Raja Kelanaswandana.

Raja Singabarong terkejut sekali. "Hai Raja Kelanaswandana mau apa kau datang kemari..??"

"Jangan pura-pura bodoh!!" Sahut Raja Kelanawandana. "Bukankah kau hendak merampas usahaku dalam memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit..!!"

"Hemm, jadi kau sudah tahu??" Sahut Raja Singabarong dengan penuh rasa malu.

"Ya, maka aku akan menghukum kamu!!"

Lalu Raja Kelanaswandana mengeluarkan kesaktiannya. Seketika kepala Raja Singabarong menjadi berubah. Burung merak yang tadinya hinggap di bahunya lalu menempel dan menyatu dengan kepala Raja Singabarong. Raja Singabarong marah bukan kepalang, lalu ia mencabut kerisnya dan meloncat untuk menyerang Raja Kelanaswandana. Namun Raja Kelanaswandana segera mengayunkan cambuk saktinya yang bernama Samandiman ke tubuh Raja Singabarong. Cambuk itu dapat megeluarkan hawa panas dan suaranya seperti halilintar.

Begitu terkena sabetan cambuk itu, Raja Singabarong terpental dan menggelepar-gelepar diatas tanah. Seketika tubuhnya terasa lemah dan berubah menjadi  binatang aneh, berkepala dua yaitu harimau dan merak. Ia tidak dapat berbicara dan akalnya pun hilang. Raja Kelanaswandana segera memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Singabarong dan membawanya ke negeri Bandarangin.

Beberapa hari kemudian Raja Kelanaswandana mengirim utusan yang memberitahukan Raja Kediri bahwa ia segera datang membawa persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja Kediri langsung memanggil Dewi Sanggalangit.

"Anakku apa kau benar-benar bersedia menjadi istri dari Raja Kelanaswandana??"

"Ayahanda, apakah Raja Kelanaswandana sanggup untuk memenuhi semua persyaratan yang telah hamba sampaikan??"

"Tentu saja, Dia akan datang dengan semua persyaratan yang kau ajukan, masalahnya sekarang apakah kau tidak menyesal juga harus menjadi istri Raja Kelanaswandana??".

"Jika hal itu sudah menjadi jodoh, hamba akan menerimanya sebagai Suami hamba ayahhanda, dan hamba akan merubah kebiasaan buruk Raja Kelanaswandana yang suka kepada laki-laki itu."

Beberapa hari kemudian, Raja Kelana Suwandana pergi ke Kerajaan Kediri. Ia hendak melamar Dewi Sanggalangit. Iring-iringan panjang terlihat di belakang kudanya. Seratus empat puluh ekor kuda kembar yang ditunggangi pemuda-pemuda rupawan. Nampak pula sekelompok penari dan seekor binatang berkepala dua, yang tak lain adalah jelmaan Raja Singabarong.

Raja Kelana Suwandana disambut dengan meriah oleh seluruh rakyat Kediri. Kemudian ia dinikahkan dengan Dewi Sanggalangit. Untuk meramaikan upacara pernikahan itu, di alun-alun Kediri diadakan tari-tarian yang diiringi dengan berbagai tetabuhan. Tontonan itu kemudian dinamai reog. Karena asal reog dari Ponorogo maka reog itu disebut Reog Ponorogo.


Calon Arang dan Keris Weling Putih



Sang Prabu Erlangga kebingungan, sejak tadi ia berjalan mondar-mandir di ruangannya. Patih Narottama yang berdiri di dekatnya, juga tampak terlihat kebingungan. Kerajaan Kahuripan saat ini tengah diserang penyakit aneh, Penyakit itu banyak sekali memakan korban jiwa baik dari masyarakat umum maupun keluarga pejabat dan keluarga kerajaan. Ternyata, penyakit itu disebarkan oleh seorang wanita penyihir yang sangat kejam dan sakti. Namanya Serat Asih, tapi ia lebih dikenal dengan nama Calon Arang. Ia tinggal di Desa Girah.

Karena khawatir penyakit itu akan semakin meluas, Raja Erlangga mengutus Patih Narottama untuk menangkap Calon Arang. Setelah menerima perintah tersebut, Patih Narottama mengumpulkan para prajurit pilihannya. “Wahai, para prajuritku. Mari kita berangkat ke Desa Girah untuk menangkap wanita penyihir itu,” perintah Patih Narottama.

Mereka kemudian memulai perjalanan ke Desa Girah, menuju tempat tinggal Calon Arang.

Calon Arang terkejut melihat kedatangan para prajurit kerajaan. Ia segera mengumpulkan empat murid terbaiknya yang bernama Supala, Guritna, Datyeng, dan Pitrah untuk melawan mereka. Pertempuran sengit pun tak terelakkan. Calon Arang berhadapan sendiri dengan Patih Narottama.

“Ha… ha… ha… pria tua sepertimu mana bisa mengalahkan aku,” ejek Calon Arang. Hati Patih Narottama panas mendengar ejekan itu. Ia segera menghunus pedangnya dan menebas leher Colon Arang hingga putus.

Namun kejadian aneh terjadi! Setiap kali kepala Calon Arang putus terkena tebasan pedang Patih Narottama, kepala itu dengan mudah bersatu kembali ke tubuhnya. Calon Arang terus tertawa mengejek, semakin lama suara tawanya semakin mengerikan.

Patih Narottama menarik mundur pasukannya. Ia sadar, mereka tak mungkin mengalahkan Calon Arang saat itu juga. Ia pun menghadap Raja Erlangga dan menceritakan apa yang terjadi. “Hmm… pasti ia punya rahasia. Tidak mungkin ia tak bisa dikalahkan, tapi kita harus tahu apa rahasia kesaktiannya,” gumam Raja Erlangga.

“Mungkin sebaiknya kita minta pendapat Empu Bharada? Ia adalah adik ipar Calon Arang, barangkali ia tahu apa yang harus kita lakukan,” jawab Patih Narottama.

Empu Bharada dipanggil ke istana. Setelah Raja Erlangga dan Patih Narottama menceritakan masalah yang mereka hadapi, ia berpikir dengan keras. “Baiklah Baginda, hamba akan mencari jalan keluarnya. Semoga kali ini kita berhasil mengalahkannya,” kata Empu Bharada.

Empu Bharada kembali ke rumahnya dan memanggil muridnya yang bernama Bahula. “Bahula, Baginda memintaku untuk mencari tahu rahasia Calon Arang. Karena itu, aku memerlukan bantuanmu,” katanya pada Bahula. “Jika ini untuk kepentingan rakyat, saya bersedia membantu Empu. Bagaimana caranya?” jawab Bahula.

Empu Bharada meminta Bahula menikahi anak perempuan Calon Arang yang bernama Ratna Manggali. “Jika kau menikah dengannya, kau akan mudah melaksanakan tugas ini. Aku tahu semua rahasia Colon Arang ada di kitab pusakanya. Carilah kitab itu dan berikan padaku,” jelas Empu Bharada.

Awalnya Bahula tampak ragu, ia memikirkan kekasihnya Wedawati, yang tak lain adalah anak perempuan Empu Bharada.

Empu Bharada mengetahui kegundahan hati Bahula. “Jangan khawatir, Wedawati tak akan tahu. Aku memintamu melakukan ini demi keselamatan rakyat kita,” tegas Empu Bharada. Bahula pun mengangguk setuju.

Bahula segera melakukan perjalanan ke Desa Girah. Di sana, ia segera mencari rumah Colon Arang dan menyatakan maksudnya untuk menikahi Ratna Manggali. Melihat paras Bahula yang tampan serta tingkah lakunya yang sopan, Calon Arang pun menerima lamarannya. Ia ingin membuat pesta pernikahan yang meriah untuk Ratna Manggali dan Bahula.

Setelah resmi menjadi suami-istri, pengantin baru itu tinggal di rumah mertuanya.

Pada suatu malam, Bahula melaksanakan tugasnya. Setelah yakin keadaan aman, ia mengendap-endap memasuki kamar Calon Arang. Begitu membuka lemari, matanya terpaku pada sebuah kotak kayu berwarna cokelat.

“Pasti ia menyimpan kitab pusakanya disini,” bisiknya dalam hati.

Bahula segera mengambil kotak kayu itu dan meninggalkan rumah. Ia lari di kegelapan malam, menuju rumah Empu Bharada, gurunya.

Keesokan harinya, Calon Arang terkejut bukan main melihat kotak kayunya telah raib. Ia mencari Bahula, tapi tak ditemukannya. Ia berprasangka, pasti Bahula yang mencuri kotak kayu itu. Sementara itu, Bahula telah menyerahkan kotak kayu itu pada Empu Bharada. Empu Bharada segera membukanya dan mencari kelemahan Calon Arang di kitab pusaka.

“Ah, ini dia. Semua rahasia kekuatan sihir Calon Arang pasti ada pada kitab ini,” teriak Empu Bharada senang. Ia langsung mempelajari isi kitab itu dengan saksama. Bahula menunggu dengan sabar.

“Bahula, menurut kitab ini, Calon Arang hanya dapat dikalahkan dengan Keris Weling Putih,” kata Empu Bharada. “Bukankah keris itu milik Empu sendiri?” tanya Bahula bingung. Sambil tersenyum, Empu Bharada menjawab “Ya, kau benar. Berarti aku bisa membunuh Calon Arang dengan mudah.

Empu Bharada mengambil keris Weling Putih miliknya dan bersiap-siap mengadakan perjalanan ke Desa Girah. Bahula mengikutinya dengan setia. Di sana, Calon Arang rupanya sudah menunggu Bahula.

“Bahula, segera kembalikan kitab pusakaku yang kau curi! Berani sekali kau menipuku dan putriku, rasakan pembalasanku!” kata Calon Arang sambil menyerang Bahula.

Bahula berkelit, Empu Bharada segera menghadang langkah Calon Arang. “Kong Ayu, kau telah menyusahkan seluruh rakyat Kahuripan. Raja telah memerintahkan kami untuk membunuhmu supaya pengaruh sihirmu lenyap untuk selama-lamanya,” kata Empu Bharada.

“Ha… ha… kau hendak melawan kakak iparmu sendiri? Silakan saja jika kau mampu,” jawab Calon Arang. Dengan cepat ia menyerang Empu Bharada, namun Empu Bharada tak kalah sigap. Keris Weling Putih dicabutnya dari pinggangnya untuk menangkis serangan sihir Calon Arang.

Calon Arang terkejut melihat keris itu. “Ampun Dimas, jangan kau bunuh aku dengan keris itu,” teriaknya mengiba.

“Kong Ayu, maafkan aku. Aku harus membunuhmu, jika tidak, rakyat akan semakin menderita,” jawab Empu Bharada sambil menghujamkan keris itu ke tubuh Calon Arang. Calon Arang meninggal seketika. Saat itu juga, segala penyakit yang menyerang rakyat Kerajaan Kahuripan lenyap tak berbekas. Rakyat kembali hidup berbahagia dan aman sentosa.


Awal Mula Terbentuknya Telaga Ngebel





Asal mula terbentuknya Telaga Ngebel adalah dari penjelmaan seekor naga, yang konon naga itu adalah penjelmaan dari keris empu yang terkenal pada masa itu. Ketika sang naga meminta pengakuan kepada sang empu bahwa dia adalah anaknya, karena sang empu mengetahui bahwanya naga itu adalah penjelmaan keris pusaka, maka sang empu memberikan syarat kepada naga itu. Syaratnya adalah jika sang naga dapat melingkari gunung Wilis dengan tubuhnya, maka diakuinya dia menjadi anaknya.

Ternyata dibalik syarat yang diberikan sang empu kepada sang naga adalah sebuah tipu daya. Karena sang naga tidak dapat melingkari gunung Wilis dengan tubuhnya, maka dia menjulurkan lidahnya. Nah disinilah tipu daya itu. ketika sang naga menjulurkan lidahnya, tiba-tiba sang empu memotong lidah itu kemudian yang terjadi adalah berubahlah lidah sang naga menjadi keris pusaka, sedang sang naga sendiri menjelma menjadi seorang anak yang bernama Barukliting.

Dari sinilah awal permulaan ceritanya, tatkala sang naga telah menjelma menjadi manusia, dia merasakan kelaparan yang amat sangat. Disaat bersamaan ada pesta dari seorang perempuan yang kaya raya di sebuah desa dilereng Gunung Wilis. Ketika Baruklinting meminta makanan dipesta itu, bukan makanan yang didapat, akan tetapi diusir dan dimaki habis-habisan dia oleh sang perempuan kaya itu.

Baruklinting sakit hati dengan perlakuan yang diterimanya. Saat Baruklinting akan pergi dari desa itu, rasa laparnya belumlah hilang, ketika itu ada seorang nenek lewat dan memberinya makanan(mbok rondo). Baruklinting senang sekali karena rasa laparnya kini telah hilang oleh pertolongan mbok Rondo. Karena rasa sakit hatinya pada penduduk desa dan si perempuan kaya yang telah memaki dan mengusirnya, dia mempunyai rencana untuk membalasnya. Ketika rencana tersebut akan dilaksanakan, berpesanlah Baruklinting pada mbok rondo untuk mempersiapkan lesung(alat untuk menumbuk padi yang bentuknya seperti prahu) dan entong kayu(alat untuk mengambil nasi).

Berangkatlah Baruklinting ke desa itu, lalu dia mengadakan sayembara, yang isinya: barang siapa dapat mencabut kayu yang saya tancapkan ini, maka saya akan meninggalkan desa ini. Semua penduduk desa mencobanya satu persatu, tapi apa gerangan yang terjadi? Tak ada satupun yang dapat mencabutnya. Ketika para penduduk desa tak sanggup mencabutnya, dicabutnya sendiri kayu itu. Apa gerangan yang terjadi? Keluarlah air yang deras dari bekas tancapan kayu itu. Tak sorangpun dapat menghentikan alirannya, terjadilah bencana air bah, tenggelamlah desa itu dengan penduduknya, tak seorangpun selamat, kecuali Mbok Rondo yang menolong Baruklinting, dengan menaiki lesung, sesuai amanat dari Baruklinting. Pada akhirnya desa tersebut menjadi sebuah telaga, yang sekarang dipanggil dengan sebutan Telaga Ngebel yang letaknya di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.