Bisnis Toko Online 468x60

Kisah Sangkuriang

Sangkuriang menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Timun Mas

Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Cindelaras

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya.

Si Kelingking

Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Danau Toba

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras.

Sunday, July 31, 2016

Ali Mangkung

Berawal dari sebuah desa yang tentram dan damai bernama Jompang. Letaknya di sebuah bukit dekat Olat Pamanto Asu’. Di desa itu pemerintah seorang Datu yang dikenal dengan sebutan Datu Palowe’ Datu. Ia mempunyai dua orang anak terdiri dari seorang putra bernama Lalu Wanru dan seorang putri bernama Lala Sri menanti putra Datu Paloweini terkenal terparas cantik dan rupawan sehingga banyak orang tertarik di buatnya Lala Sri menanti merupakan satu- satunya anak kesayangan Datu Palowe.

Demi anak semata wayang itu, segala kemauan dan keinginan anaknya selalu dituruti oleh Datu Palowe. Mulai dari bermacam-macam pakaian yang dikenakan Lala, sampai kepada berbagai perhiasan indah- indah. Suatu ketika Lala ingin makan udang. Maka diperintahkan Bapak Bangkel dan Ina Bangkel’ dan beberapa orang lainnya pergi nempas ‘ Mereka menempas kali yang ada di sekitar Desa Jompong. Tidak ketinggalan Lala juga ikut serta.

Sambil menunggu undang hasil tangkapan , Lala duduk di atas sebuah batu besar menyaksikan orang yang sedang nempas Bersamaan dengan itu tanp sepengetahuan mereka datang pula empat orang dari Desa Tarusa untuk menebang dan mengambil bambu yang banyak tumbuh di sekitar Olat Pemanto Asu. Masing-masing mereka membawa seekor kuta untuk mengangkut. Dari kejauhan mereka melihat sesuatu yang menarik didalam kali. Dan wajah mereka terpana ketika melihat Lala yang sedang dudukdi atas batu. Mereka sangat tertarik terhadap wajah yang sangat cantik dan rupawan Akan tetapi mereka lebih tertarik dengan berbagai corak perhiasan yang dikenakan Lala Biar bagaimanapun mereka tentu tahu siapa Lala Sri.Menanti sebenarnya sebagai putri Datu Plowe yang sangat kesohor dan namanya terkenal kemana-mana. Sedangkan mereka hanyalah rakyat biasa.
Mereka mencari cara untuk mendapatkan perhiasan itu. Sambil mengendap-endap dari balik rimbunan semak belukar mereka mendekat ke tempat duduk L ala Manusia yang telah dihinggapi niat jahat dan bejat itu. Demikian dengan seketika mereka menyergap tubuh Lala. Salah seorang di antaramereka menyumbat mulut Lala agar tidak bersuara. Dan selanjutnya dengan paksa merampas segala perhiasan yang dikenakan Lala, terutama perhiasan yang ada di lengannya. Lala Sri Menanti melonta-lonta berusaha untuk melepaskan diri.

Berkali-kali lengan Lala yapukal’akan tetapi selalu saja gagal. Tetapi dasar orang yang telah disaruki niat jahat dan bejat mereka pantang surut. Mereka terus berusaha merampas perhiasan Lala. Salah seorang di antara mereka yang bernama Ua Nyawa dengan mencabut parang yang diikatkan di pinggangnya memotang tangan Lala. Dengan satu kali tebasan saja lengan Lala yang harus mulus itu sudah buntus. Lala Sri Menanti tidak sempat menjerit. Putri malang itu telah menemui ajalnya sebelum parang mengetahui tubuhnya.

Setelah berhasil merampas perhiasan dan membunuh Lala, mereka para membunuh itu terus berlalu Lengan Lala yang terpotong dibuang di dalam kali. Perhiasan yang berhasil di rampas dibawa pulang oleh empat orang itu ke Desa Tarusa sempat pula mereka membawa bekasnya.
Sementara itu Ina Bangkel dan Bapak Bangkel serta temannya sedang asyik bekerja sehingga tidak sempat mendengar dan melihat kejadian yang begitu mengenaskan itu. Peristiwa itu begitu cepat terjadi. Dan ketika mereka menoleh ke tempat duduk Lala. Dilihatnya tubuh itu telah tak bernyawa lagi.

Konon, lengan Lala yang terpotong itu menjelma menjadi seekor ikan tuna yang buntung. Dan tempat tuna itu menjadi sebuah perigi yang airnya jernih bening. Di dalamnya terdapat batu marmer. Tepat di hulu sungai Desa Jurumapin. Di dekatnya terdapat lorong mirip gua.Orang – orang yang datang bayar nasar dapat masuk ke lorong itu.
Tetapi sekarang karena perubahan alam, lorong itu telah agak tertutup oleh pasir dan kerikil, sehingga orang tidak lagi leluasa masuk ke dalamnya. Dan di bagian atas bukit terdapat sebuah batu berbentuk dipan berukir. Di dekatnya terdapat batu – batu lain yang mirip peti dan kursi. Konon itu adalah bekas tempat tinggalnya Datu Palowe dahulu, yang hingga sekarang dapat ditelusuri kebenarannya.
Menurut kepercayaan orang – orang disana, rowe 11) dari orang yang mengambil perhiasan Lala Sri Menanti waktu itu dari Desa Tarusa, tidak dibolehkan minum air kali itu. Jika diminum juga, air itu terasa sepat, dan menimbulkan penyakit. Air kali itu disebut Ai Mangkung. Terkadang pada musim kemarau orang dari Desa Jurumapin, Desa Kalabeso, maupun Desa Tarusa selalu datang ke Ai Mangkung untuk bayar Nsar. Orang yang datang bayar nsar dapat melewati gua itu. Terkadang dilihatnya ikan tuna yang buntung sedang meloyong 112) di dalam air. Sedang mulut ikan tuna itu merah delima seperti bibir seorang gadis.

Tuesday, June 21, 2016

Legenda Gunung Batu Hapu

Tidak berapa jauh dari kota Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatanterdapat dua desa bernama Tambarangan dan Lawahan. Menurut cerita orang tua-tua, dahulu kala di perbatasan kedua desa itu hiduplah seorang janda miskin bersama putranya. Nama janda itu Nini Kudampai, sedangkan nama putranya Angui.
Mereka tidak mempunyai keluarga dekat sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anak beranak itu. Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat tenaga agar kehidupannya dengan anaknya terpenuhi.
Saat itu, Angui masih kecil sehingga ia masih senang bermain, belum ada kesadaran untuk menolong ibunya bekerja. Angui tidak mempunyai teman sebaya sebagai teman bermain. Sebagai gantinya, ia ditemani tiga ekor hewan kesayangannya, yaitu ayam jantan putih, babi putih, dan seekor anjing yang juga putih bulunya. Ke mana pun ia pergi, ketiga ekor hewan kesayangan itu selalu menyertainya. Mereka tampak sangat akrab.
Pada suatu hari, ketika Angui sedang bermain di halaman rumah, melintaslah seorang saudagar Keling. Saudagar itu amat tertarik kepada Angui setelah menatap Angui yang sedang bermain. Ia berdiri tidak begitu jauh dari tempat Angui bermain. Angui terus diamatinya. Dari hasil pengamatan itu, ia mendapatkan sesuatu yang menonjol pada penampilan Angui. Air muka Angui selalu jernih dan cerah. Ubun-ubunnya kelihatan berlembah. Dahinya lebar dan lurus. Jari-jarinya panjang dan runcing ke ujung. Di ujung-ujung jari itu terdapat kuku laki yang bagus bentuknya. Satu hal yang memikat adalah adanya tahi lalat yang dimiliki Angui. Tahi lalat seperti itu dinamakan kumbang bernaung.
Saudagar Keling mendapat firasat bahwa tanda-tanda fisik yang dimiliki Angui menunjukkan nasib balk atau keberuntungannya. Barang siapa memelihara anak itu akan bernasib mujur.
“Aku harus mendapatkan anak itu,” katanya dalam hati. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saudagar itu segera menemui Nini Kudampai, sang ibu. Dengan keramahan dan kefasihan lidahnya berbicara selain janji-janji yang disampaikan, ia dapat menaklukkan hati Nini Kudampai. Nini Kudampai tidak keberatan jika Angui diasuh dan dipelihara saudagar itu. Angui pun amat tertarik untuk mengikuti saudagar itu pulang ke negerinya.
“Anak lbu tidak akan hilang,” kata saudagar itu meyakinkan. “Percayalah Bu, suatu saat kelak ia pasti kembali menemui ibunya, bukan sebagai Angui yang sekarang ini, tetapi sebagai orang ternama.”
Walaupun Nini Kudampai telah merelakan kepergian anaknya, ia tidak dapat menyembunyikan rasa harunya ketika akan berpisah. Kesedihan dan keharuan kian bertambah ketika Angui meminta agar ketiga hewan teman bermainnya selama ini dipelihara sebaik-baiknya oleh ibunya.
“Bu, tolong Ibu jaga babi putih, anjing putih, dan ayam putihku. Jangan Ibu sia-siakan!” kata Angui sambil mencium tangan ibunya dengan linangan air mata.
Saudagar Keling pulang ke negerinya dan tiba dengan selamat bersama Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, tak ubahnya memelihara anak kandung. Angui hidup bermanja-manja karena kehendaknya selalu dikabulkan orang tua asuhnya. Kemanjaan itu berakibat buruk kepadanya. Ia lupa diri dan menjadianak nakal, pemalas, serta pemboros.
Saudagar Keling sering tercenung seorang diri.
“Firasatku ternyata salah,” katanya dalam hati, “rupanya keadaan lahir belum tentu mencerminkan sifat dan watak seseorang.”
Saudagar Keling merasa tidak mampu lagi menjadi orang tua asuh Angui. Kehadiran Angui dalam keluarga itu hanya menyusahkannya saja. Tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selain mengusir Angui. Saudagar Keling itu tidak mau memeliharanya lagi.
Angui amat menyesali kelakuannya selama ini. Apa dayanya karena sesal kemudian tiada guna. Ia hidup luntang-lantung tiada arah. Kesempatan baik telah disia-siakannya.
Syukurlah, lambat laun Angui mampu mengatasi keputusasaannya.
“Aku harus menjadi manusia yang berhasil,” katanya penuh tekad.
Ia menanggalkan sikap malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Ia tidak merasa malu melakukan pekerjaan apa pun, asal pekerjaan itu halal.
Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, is menjadi seorang saudagar kaya. Kekayaannya tidak kalah dibanding kekayaan saudagar Keling yang pernah menjadi orang tua asuhnya. Ketenarannya melebihi saudagar Keling itu.
Akhirnya, kekayaan Angui melebihi kekayaan siapa pun di negeri Keling itu. Namanya makin terkenal setelah is berhasil menyunting putri raja Keling menjadi istrinya. Sejak menjadi menantu raja, Angui mendapat nama baru, yakni Bambang Padmaraga.
Meskipun sudah kaya, Angui alias Bambang Padmaraga sering terkenang kampung halamannya. Ia amat rindu kepada ibunya, Nini Kudampai. Ia juga teringat pada babi putih, anjing putih, dan ayam putih, ketiga teman bermain yang disayanginya. Selain itu, ia ingin memperkenalkan istrinya kepada ibunya dan menunjukkan keberhasilannya di perantauan. Ia ingin membahagiakan ibunya yang bertahun-tahun ditinggalkannya tanpa berita.
Pada suatu hari, Angui mempersiapkan sebuah kapal yang lengkap dengan anak buahnya. Tidak lupa pula bekal untuk perjalanan jauh dan cendera mata, Inang pengasuh bagi istrinya turut serta dalam pelayaran ke negerinya. Ia dan istrinya menempati sebuah bilik khusus di dalam kapal yang ditata begitu apik seperti dalam sebuah istana.
Berita kembalinya Angui dan istrinya, putri raja Keling, dengan naik kapal segera tersiar ke seluruh penjuru. Nini Kudampai pun mendengar dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Apalagi kapal putranya itu konon merapat dan bersandar tidak berapa jauh dari kediamannya.
Nini Kudampai segera berangkat ke pelabuhan dengan menggiring ketiga hewan piaraan teman bermain Angui, yaitu babi putih, anjing putih, dan ayam putih. Ia berharap agar Angui segera mengenalinya dengan melihat ketiga hewan itu.
Nini Kudampai pun berseru melihat Angui berdiri berdampingan dengan istrinya di atas kapal, “Anakku!”
Sebenarnya, Angui mengenali ibunya dan ketiga hewan piaraannya. Akan tetapi, ia malu mengakuinya di hadapan istrinya karena penampilan ibunya sangat kumal. Jauh berbeda dengan ia dan istrinya. Ia memalingkan muka dan memberi perintah kepada anak buahnya, “Usir perempuan jembel itu!”
Hancur Iuluh hati Nini Kudampai diusir dan dipermalukan putra kandung yang dilahirkan dan dibesarkannya. Angui mendurhakainya sebagai ibu kandung. Ibu yang malang itu segera pulang ke rumah. Tiba di rumah, is memohon kepada Yang Mahakuasa agar Angui menerima kutukan.
Belum pecah riak di bibir, begitu selesai Nini kudampai menyampaikan permohonan kepada Tuhan, topan pun mengganas. Petir dan halilintar menggelegar membelah bumi. Kilat sabung-menyabung dan langit mendadak gelap gulita. Hujan deras bagai dituang dari langit. Gelombang menggulung kapal bersama Angui dan istri serta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdarnpar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berubah menjadi batu.
Itulah sekarang yang dikenal sebagai Gunung Batu Hapu, yang telah dibenahi pemerintah menjadi objek pariwisata. Setiap saat, terutama hari libur, tempat itu banyak dikunjungi orang.

Pangeran Biawak

Dahulu di pedalaman Kalimantan ada sebuah kerajaan. Rakyat kerajaan itu hidup dengan kemakmuran yang melimpah, tentram dan damai karena kerajaan itu diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana.

Raja mempunyai 7 orang putri, Semuanya belum bersuami. Lalu raja mengadakan sayembara. Barang siapa dapat membangun istana megah di seberang sungai maka merekalah yang akan beroleh kesempatan menjadi menantunya.

Pengumuman pun disebar ke pelosok negeri. Hasilnya luar biasa. Ada enam orang pemuda yang menyanggupi permintaan raja. Keenam pemuda itu bekerja keras siang dan malam, hasilnya luar biasa. Dalam tempo yang tidak terlalu lama berdirilah sebuah istana yang megah di seberang sungai, lengkap dengan isinya dan tanah lapang yang mengelilinginya.

Karena istana tersebut letaknya berada di seberang sungai. Raja mengadakan sayembara kembali untuk dibuatkan jembatan agar orang yang hendak ke sana tidak usah naik perahu cukup berjalan kaki saja. Namun sungguh aneh hingga berhari-hari bahkan berminggu-minggu tidak ada seorangpun yang menyanggupi sayembara itu.

Tiba-tiba entah darimana datangnya ada seorang nenek tua dan seekor biawak hadir di ruang persidangan.

"Hamba meminang putri Paduka untuk anak hamba."
"Apa?" teriak sang Raja kaget.
"Benar Paduku, biarpun kami berasal dari keluarga miskin kami sanggup mengikuti sayembara itu?" kata perempuan tua itu dengan mantap.
"Oh, ya tidak masalah." kata Raja." sayembara ini terbuka untuk siapa saja. Kaya miskin, tampan jelek tidak masalah, kamu tidak memandang rupa."
"Benarkah Paduka tidak mamandang rua?"

"Benar ucapanku adalah jaminan. Pantang bagi raja menjilat ludah sendiri." sang raj menegaskan." Tetapi perlu kau ingat bila anakmu gagal maka akan diberi hukuman pancung!"
"Nah, anakku Kau sudah mendengar sendiri perkataan sang raj tadi."
Tak disangka biawak yang diajak bicara adalah tidak lain anaknya sendiri.

Semua orang yang berada di ruang persidangan menjadi kaget. Tidak disangka jika anak yang dimaksud perempuan tua itu adalah biawak itu. Mereka semua mengira bahwa anaknya berada di rumah.

Sepeninggal nenek tua lalu raja memanggil tujuh orang putrinya untuk diajak bermusyawarah. Masing-masing ditanya satu-satu siapa yang mau dipinang oleh seekor biawak. Enam putri menolak mentah-mentah tinggal satu orang putri yang belum menjawab yaitu si putri bungsu. Kini sang ibu permaisuri menegaskan untuk bertanya kembali. Si putri bingsu itu langsung menjawab "Ucapan raja pantang ditarik kembali. Demi kehoramatan ayahanda selaku raja negeri ini, saya sanggup menerima pinangan Biawak itu."
Permaisuri langsung jatuh pingsan karena jawaban dari putri bungsu tersebut. Keenam putri yang lain malah terheran-heran. Keesokan harinya semua orang kaget ternyata biawak itu sudah menyelesaikan pekerjaannya bahkan dia mampu menyelesaikannya hanya dalam tempo kuarng dari satu malam.

Rajapun kemudian menepati janjinya untuk disandingkan dengan calon menantunya. Keenam pasangan tersebut terlihat serasi kecuali hanya satu pasang saja yaitu putri bungsu yang cantik bersanding dengan seekor biawak.

Pada saat malam hari tiba,Keenam pasangan tersebut terdengar canda dan tawa. Namun hanya kamar putri bungsu saja yang tidak terdengar canda ria seperti hal yang lain. Ketika malam semakin larut Putri bungsu semakin mengantuk, Biawak yang yang menjadi suaminya ditinggal begitu saja di sudut kamar. Ia segera tertidur pulas. Namun di tengah malam ketika ia terjaga, ia kaget bukan kepalang. di sampingnya telah berbaring sorang seorang pemuda tampan.

Ia memekik sekuat-kuatnya. Para pengawal istana segera memriksa ke dalam putri bungsu namun setelah di jumpai tidak ada satupun yang dilihat kecuali seekor Biawak tersebut.
Lalu semua pengawalpun pergi karena menganggap sudah aman. Namun Putri Bungsu masih terheran-heran. Ia yakin sedang tidak bermimpi. Tapi kemana ya perginya pemuda tampan itu.

Pada malam ketiga sebelunya putri untuk tdak tidur pada siang harinya dengan pulas agar nanti malam ia bisa bangun dengan pura-pura tidur nyenyak. Ternyata benar tidak lama kemudian terasa ada benda berat merebahkan diri disampingnya. Putri bungsu segera membalik. Benar saja pemuda yang dua malam berturut-turut hadir di kamarnya kini malah makin berani mendekatinya.

Dengan mata beringas putri Bungsu berkata," Hai lelaki asing ! sungguh kau tak tahu malu, berani masuk ke kamar orang. walau suamiku seekor binatang ia jauh lebih baik dibanding kau yang tidak tahu tatakrama !"

Habis memaki-maki putri bungsu langsung menghunuskan pisau ke arahnya tiba-tiba dengan mudahnya lelaki itu menagkisnya sehingga pisau itu terlempar ke lantai. Kini sang putri malah berada didalam rangkulan ketat si pemuda tampan.

"Sabar istriku sebenarnya aku adalah suamimu sendiri karena waktu itu ada beberapa hal akhirnya aku dikutuk oleh dewa senhingga menjadi seekor biawak."

Putri bungsu langsung menganguk-angguk mendengar penuturan lelaki itu. ketika rangkulan pemuda di lepaskan. Putri Bungsu segera melompat ke sudut kamar, di sana ia menemukan kulit biawak. Sarungan yang biasa dimasuki suaminya itu segera dibawa ke luar istana. Lalu dibakar sampai hangus musnah. Lalu ia kembali ke kamarnya lagi. Di sana ia mendapati seorang perjaka tampan yang lagi gerah, karena sarungan yang biasa dia pakai kini hangus terbakar, selanjutnya ia pulih sedia kala.

Keajaiban itu membuat iri keenam saudaranya. Hampir bersamaan mereka menyuruh suaminya untuk berdagang yang jauh. Lalu mereka memelihara seekor biawak liar di dalam kamarnya. Mereka berharap kejadian serupa yang dialami adiknya.

Tapi apa yang terjadi? di malam pertama mereka sudah menjerit-jerit kesakitan karena di gigit oleh biawak liar tersebut. Akhirnya biawak itu dibuang ke sungai.

Esok harinya mereka bersama-sama menemui adik mereka tercinta yaitu si Putri Bungsu. Mereka merangkul adiknya dengan penuh rasa haru. Mereka sadar bahwa adiknya itu bersuamikan Biawak bukan karena keinginan sendiri melainkan demi berbakti dan menjaga kehormatan ayahandanya. Niat tulus itu akhirnya membuahkan nasib yang baik dan membahagiakan Putri Bungsu.

Kanjeng Roro Kidul

Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkawinan tersebut. Maka, bahagialah sang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. "Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku", kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.

Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. "Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya." Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.

Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. "Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri," kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.

Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..

Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.

Saturday, May 21, 2016

Jaka Budug dan putri Kemuning

Ada sebuah kerajaan bernama kerajaan Ringin Anom. Rajanya bernama Prabu Aryo Seto. Raja mempunyai seorang puteri bernama Putri Kemuning. Prabu Aryo Seto memerintah dengan bijaksana dan adil.
Maka kerajaan Ringin Anom terkenal tenteram, makmur, tidak pernah terjadi kekacauan. Namun Prabu Aryo Seto sangat masgul ketika puterinya Putri Kemuning terserang penyakit langka, keringat berbau tidak sedap. Sang Prabu berusaha sekuat tenaga mencari obat, mencari tabib agar sakit Putri Kemuning dapat tersembuhkan.
Berbagai upaya dilakukan seperti makan daun kemangi, beluntas, juga tidak berhasil. Usaha terakhir dilakukan Prabu Aryo Seto dengan bersemedi, meminta petunjuk Tuhan agar penyakit langka itu dapat tersembuhkan. Kemudian Prabu Aryo Seto melakukan semedi untuk memohon kepada Sang Pencipta akan kesembuhan puterinya, dalam semedi tersebut Sang Prabu mendapat wangsit yaitu cara menyembuhkan Sang Puteri dengan mengadakan sayembara berupa memetik daun Sirna Ganda yang tumbuh dalam gua di kaki gunung Arga Dumadi. Di dalam gunung tersebut dijaga seekor naga sakti dan selalu menyemburkan api dari mulutnya, "Barang siapa memetik buah tersebut dan dimakan Putri Kemuning, maka hadiahnya akan dijadikan sebagai menantu Sang Raja".

Seminggu setelah sayembara diumumkan, kerajaan Ringin Anom kebanjiran peserta saembara. Mereka menginginkan hadiah yang menggiurkan. Pada hari ketujuh, datanglah seorang pemuda buruk rupa yang menderita sakit budug. Karena penyakit itulah pemuda itu dinamakan Jaka Budug. Jaka Budug menghadap sang prabu dengan maksud membantu menyembuhkan penyakit langka Putri Kemuning.

Setelah melihat keadaan Putri Kemuning, Jaka Budug mohon diri untuk melanjutkan tugas mengambil daun Sirna Ganda. Dari kejauhan, Jaka Budug telah dapat melihat semburan api dari mulut naga sakti penjaga pohon Sirna Ganda. Jaka Budug dengan gesitnya memaikan pedang yang dibawanya mengenai badan ular naga. Badan ular naga yang terkena goresan pedang mengeluarkan darah dan darah itu mengenai badan Jaka Budug. Anehnya badan Jaka Budug seketika menjadi halus dan bersih dari penyakit Budug. Melihat tubuh dirinya bersih, Jaka Budug berjuang keras untuk membunuh ular naga sakti.

Dengan kemampuan dan kelincahan Jaka Budug, akhirnya Naga Sakti mati terbunuh. Pedang menancap pada leher ular dan darah memancar dengan derasnya. Jaka Budug langsung mencuci wajahnya dan membasahi seluruh tubuhnya dengan darah ular naga tadi. Seketika badan Jaka Budug bersih, tanpa ada bekas dari penyakit yang dideritanya. Setelah ular naga mati, Jaka Budug segera mengambil beberapa lembar daun Sirna Ganda, lalu dipersembahkan kepada Prabu Aryo Seto.

Jaka Budug kemudian menceritakan pengalamannya sewaktu melawan ular naga sakti. Mendengar cerita itu, Prabu Aryo Seto merasa senang sekali. Putri Kemuning makan daun Sirna Ganda, sehabis makan terjadi suatu keajaiban. Putri Kemuning menjadi sehat kembali. Kini bau keringat Putri Kemuning kembali harum. Sesuai dengan janji Prabu Aryo Seto maka Jaka Budug diambil menantu, dipersuntingkan dengan Putri Kemuning. Jaka Budug dan Putri Kemuning hidup bahagia sebagai pewaris tahta.

Wednesday, May 18, 2016

Asal Usul Nama Kota Surabaya

Dahulu kala, di lautan nan luas (tepatnya di Laut Jawa), hiduplah 2 hewan buas yang sama-sama angkuh dan tak mau kalah. Kedua hewan tersebut adalah ikan hiu sura dan seekor buaya. Karena tinggal berdampingan, dua hewan tersebut sering berselisih dan berkelahi ketika memperebutkan makanan. Karena sama-sama kuat, tangkas, ganas, dan sama-sama cerdik, perkelahianpun terus berlangsung karena tidak ada yang bisa menang dan tidak ada yang bisa kalah. Pada akhirnya, kedua hewan tersebut merasa bosan dan lelah jika harus terus berkelahi. Menyadari hal itu keduanya kemudian sepakat mengadakan perjanjian tentang
pembagian area kekuasaan. 
Hai Buaya, lama-lama aku bosan berkelahi denganmu." kata ikan hiu Sura. "Hmm, Aku juga, Sura. Lalu, apa yang mesti kita lakukan supaya perkelahian kita ini bisa berhenti?" tanya Buaya. "Untuk mencegah terjadinya perkelahian lagi di antara kita, alangkah baiknya jika kita membagi daerah ini menjadi 2 daerah kekuasaan. Aku berkuasa di dalam air dan hanya bisa mencari mangsa di dalam air, sedang engkau barkuasa di daratan dan dengan begitu mangsamu harus pula yang ada di daratan. Lalu, sebagai batasnya, kita tentukan lebih dulu yaitu tanah yang dapat dicapai air laut pada saat pasang surut!" "Oke, aku setujui dengan gagasanmu itu, Sura!" kata Buaya sambil mengangguk. Dengan adanya perjanjian tersebut, untuk beberapa saat ikan hiu Sura dan buaya tak pernah berkelahi lagi. Keduanya sepakat untuk saling menghormati wilayah kekuasaannya masing-masing. Namun, setelah waktu berselang begitu lama, ikan-ikan yang menjadi mangsa hiu sura mulai habis dilautan. Sebagian ikan yang tersisa justru bermigrasi ke arah muara sungai Brantas karena takut dimangsa si hiu Sura. Menyadari hal itu, ikan hiu sura terpaksa dengan sembunyi-sembunyi mulai mencari mangsanya di muara sungai agar tidak ketahuan oleh buaya. Namun tanpa disadari si buaya ternyata mengetahui tingkah si hiu sura dan langsung menyerangnya. cerita rakyat asal usul Surabaya " Sura, kenapa kau melanggar perjanjian yang sudah kita berdua sepakati? Kenapa kamu berani-beraninya memasuki wilayah sungai yang adalah daerah kekuasaanku?" tanya si Buaya. "Eits... Aku melanggar perjanjian? Ingatkah engkau akan bunyi perjanjian kita? Bukankah sungai ini berair? Dan karena ada airnya, jadi sungai ini juga termasuk daerah kekuasaanku, bukan?" Kata Sura mengelak. "Apa maksudmu Sura? Bukankah sungai itu berada di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu termasuk daerah kekuasaanku!" jawab Buaya ngotot. "Ohh... Tidak bisa. Bukankah aku tidak pernah sekalipun mengatakan kalau air itu hanya air laut? Bukankah pula air sungai itu ait" jawab Hiu Sura. "Hmm... Rupanya sengaja kau mencari gara-gara denganku, Sura?" hentak Buaya. "Tidak!! Ku kira alasanku sudah cukup kuat dan aku ada dipihak yang benar!" elak Sura. "Kau memang benar-benar sengaja mengakaliku Sura. Aku tidaklah sebodoh yang engkau kira!" jawab Buaya mulai marah. "Aku tak peduli kau pintar atau bodoh, yang jelas sungai dan laut merupakan daerah kekuasaanku!" serang Sura tak mau mengalah. Adu mulut antara Sura dan Baya pun berakhir dengan perkelahian yang sengit. Perkelahian kali ini menjadi sangat seru dan dahsyat karena keduanya merasa sama-sama tidak salah. Mereka saling menggigit, menerjang, memukul, dan menerkam. Dan dalam waktu sekejap, air sungai disekitarnya tempat perkelahian itu menjadi merah karena darah yang keluar dari luka kedua binatang itu. Mereka bertarung dengan mati-matian. Buaya mendapat gigitan Sura di ujung ekor sebelah kanan, sehingga ekor tersebut selalu membengkok ke kiri. Sedangkan Sura tergigit ekornya hingga nyaris putus. Karena sama-sama sudah terluka parah, keduanya kemudian berhenti berkelahi. Ikan surapun mengalah ddan akhirnya kembali ke laut. Buaya yang menahan sakitnya pun merasa puas karena telah mampu mempertahankan daerah kekuasaannya. cerita rakyat asal usul Surabaya Tak berselang lama diketahui diketahui bahwa kedua hewan tersebut ternyata mati karena luka yang cukup parah dari bekas perkelahian. Dan untuk mengenangnya, penduduk sekitar menyatakan  untuk memberi nama Surabaya pada daerah disekitar tempat perkelahian antara ikan Sura dan Buaya tersebut.

Sunday, May 15, 2016

Damar Wulan

Diceritakan pada awalnya Damar Wulan mengabdi sebagai tukang rumput kepada Patih Loh Gender dari Majapahit. Karena kepandaian damar wulan, Damar Wulan diangkat sebagai abdi andalan Patih Loh Gender, dan sang patih memiliki seorang putri yang bernama Anjasmara putri yang kemudian jatuh cinta pada damar wulan karena ketampanannya..
Suatu ketika Damar Wulan mendapat mandat tugas dari raja putri Majapahit, yaitu Ratu Kencana Wungu, untuk menyamar dalam rangka mengalahkan Menak Jinggo si penguasa Blambangan yang bermaksud ingin memberontak kepada kerajaan Majapahit.
Damar Wulan yang tampan dengan dapat menarik perhatian selir-selir Menak Jinggo, yaitu Waeta dan Puyengan. Dengan bantuan mereka, Damar Wulan berhasil memperoleh senjata sakti gada Wesi Kuning milik Menak Jinggo. Menak Jinggo kemudian berhasil dikalahkan dan Damar Wulan menjadi pahlawan. Ia memboyong kedua selir tersebut, serta pada akhirnya juga mempersunting sang raja putri Majapahit.

Saturday, April 9, 2016

La Dana dan Kerbaunya

Pada suatu ketika ada orang toraja meninggal dunia. Sesuai tradisi di Tanah Toraja, jika ada orang meninggal maka pihak keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan pesta kematian dengan memotong hewan kerbau. La Dana bersama temannya diundang untuk menghadiri upacara kematian tersebut.
“La Dana, mari kita menghadiri pesta kematian tetangga kita.” ujar temannya.
“Iya teman. Mari kita kesana.” La Dana mengiyakan.
Setelah menghadiri pesta kematian, sesuai tradisi, diadakan pembagian daging hewan kerbau oleh pihak keluarga kepada para pelayat. La Dana beserta temannya pun mendapat bagian. La Dana mendapatkan bagian kaki belakang kerbau sementara temannya mendapatkan bagian lebih besar yaitu seluruh badan kerbau kecuali bagian kaki belakang.
“Masa aku hanya dapat kaki kerbau sementara temanku dapat seluruh badan kerbau. Aku harus mencari akal.” kata La Dana dalam hati.
“Hai teman, aku punya ide. Bagaimana kalau bagian kerbau milik kita berdua kita tukar dengan kerbau hidup. Jadi kita bisa merawat kerbau tersebut sampai gemuk. Setelah gemuk barulah kita potong.” kata La Dana pada temannya.
“Idemu sangat bagus La Dana. Engkau memang anak pintar. Baiklah mari kita tukarkan pada orang yang punya kerbau hidup.” kata teman La Dana.
Mereka berdua kemudian mencari orang yang mau menukarkan kerbau hidup miliknya dengan daging kerbau milik mereka berdua. Akhirnya mereka menemukan orang yang mau menukar kerbaunya. Meskipun kerbau hidup yang mereka terima lebih kecil, tapi mereka senang.
Singkat kata La Dana beserta temannya merawat kerbau miliki mereka berdua. Setelah beberapa lama, La Dana mendatangi temannya kemudian membujuk temannya agar memotong kerbau tersebut. La Dana beralasan sudah tak sabar ingin memakan dagingnya.
“Teman, ayo kita potong saja kerbau kita.” kata La Dana.
“Jangan dulu. Tunggulah dulu sampai kerbau kita gemuk.” jawab temannya.
“Begini saja, kita potong saja bagianku, kaki belakang kerbau itu.” La Dana tidak kehilangan akal.
“Ah kamu ini ada-ada saja La Dana. Kalau dipotong kaki belakangnya, kerbau itu pasti mati. Sabarlah sampai kerbau ini gemuk La Dana. Nanti kuberi kau kaki depan kerbau.” temannya menjawab sedikit kesal.
La Dana gembira temannya tersebut mau memberikan kaki depan kerbaunya. Jadi kini ia memiliki bagian kaki depan dan kaki belakang kerbau.
Beberapa hari kemudian, La Dana kembali datang ke rumah temannya. Ia meminta temannya memotong kerbau  mereka. Temannya tetap menolak namun berjanji akan memberikan bagian badan kerbau asalkan La Dana mau bersabar.
Tidak lama kemudian La Dana datang kembali membujuk temannya agar mau memotong kerbau. La Dana tidak bosan-bosannya bolak-balik ke rumah temannya hingga membuat temannya kesal.
“Bagaimana teman? sudah terlalu lama aku menunggu untuk memakan daging kerbau ini. Ayolah kita potong saja kerbau kita.” bujuk La Dana.
“Bagaimana sih kamu ini La Dana? Tak bisakah kau sabar menunggu kerbau ini gemuk? Sudahlah kau ambil saja kerbau ini. Engkau jangan coba-coba ganggu aku lagi!’ temannya sudah tidak tahan mendengar bujukan La Dana sehingga ia memberikan kerbau tersebut pada La Dana.
La Dana gembira kemudian pulang kerumahnya dengan membawa kerbau hidup utuh. Begitulah sifat buruk La Dana, suka menggunakan kecerdikannya untuk memperdaya teman sendiri.

Kisah Putri Tandampalik

Pada zaman dahulu kala , di sebuah daerah di Sulawesi Selatan , berdiri sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Luwu dipimpin seorang raja bernama Datu Luwu. Beliau memiliki seorang putri yang cantik jelita serta bijaksana bernama Putri Tandampalik.kecantikan dan perangainya yang baik dari sang putri sudah tersebar sampai ke antero negeri Sulawesi Selatan.
       Pada suatu hari Raja Bone pun turut mendengar berita baik itu sehingga membuat beliau ingin menikahkan putra mahkota kerajaan Bone dengan putri Tandampalik,maka iapun mengutus para pengawalnya untuk melamar putri Tandampalik ke kerajaan Luwu.Sesampainya di Luwu utusan itu disambut dengan ramah dan baik.Akan tetapi Datu Luwu merasa sangat bingung akan lamaran itu karena , menurut adat setempat , seorang gadis Luwu dilarang menikah dengan pemuda dari negeri lain, dan jika lamaran tersebut ditolak maka aka menimbulkan peperangan antar kedua negeri.
   Kemudian dalam kebingungannya Datu Luwu meminta sedikit waktu untuk berpikir beberapa hari , langkah apa yang akan diambil atas lamaran tersebut.Keesokan harinya , tiba-tiba terdengar kabar yang mengejutkan , karena Putri Tandampalik terserang penyakit kusta.Berita tentang musibah yang menimpa sang putri sudah menyebar dengan cepat ke seantero negeri.
    Setelah berpikir dan menimbang dengan berat hati , maka Datu Luwu memtuskan untuk mengasingkan putri Tandampalik ke suatu tempat yang jauh dari kerajaan.Dan sebelumnya Datu Luwu memberi putrinya sebilah keris sebagai bukti bahwa ia tidak melupakan putrinya.Setelah itu putri Tandampalik dan beberapa pengawal menuju ke kepengasingan disebuah pulau yang nantinya diberi nama pulau Wajo.
   Selama di pengasingan sang putri hidup sederhana dengan diteman hanya dengan beberapa pengawal saja.Hidup di pengasingan tak membuat sang putri merasa bersedih , ia tetap gembira menjalani hari-harinya di tempat tersebut.Disuatu hari sang putri duduk ditepi danau lalu datanglah seekor kerbau putih menjilati kulitnya, setelah berkali-kali kerbau itu menjilati kulitnya , ternyata kulitnya menjadi bersih kembali dan putih sebelum terkena penyakit kusta. Putri pun sangat senang dan bersyukur pada Tuhan , serta memerintahkan pada para pengawalnya mulai saat ini tidak boleh menyembelih atau memakan kerbau putih karena telah menyembuhkan penyakitnya.
   Pada suati hari , pulau Wajo , tempat sang putri diasingkan , kedatangan tamu serombongan pemburu dari kerajaan Bone, yang diantaranya ada putra mahkota kerajaan Bone , panglima dan beberapa pengawalnya. Karena asyiknya berburu putra mahkota Raja Bone tidak sadar kalau dia sudah terpisah dari rombongan dan semakin masuk ke dalam hutan.Hari sudah mulai gelap , sang putra mahkota tidak dapat menemukan rombongannya, akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat di tengah hutan, selama bersitirahat itu dia tidak bisa memejamkan mata karena merasa gelisah . Dan pada saat itu dia melihat ada sedikit cahaya didalam hutan , iapun mencari sumber cahaya tersebut, ternayat sinar itu dari sebuah pemobdokan sederhana tempat putri Tandampalik tinggal .
   Dengan pelan-pelan sang putra mahkota memasuki rumah tersebut  yang nampak kosong.Sang Putri yang merasa kedatangan tamu menemuinya da menyambutnya dengan ramah.Dari situlah mereka berdua saling berkenalan ,mengenal satu sama lain dan Putri Tandampalik menceritakan semua tentang dirinya dan pengasingannya, dalam beberapa hari sang putra mahkota menginap di pondokan sang putri , namun putra mahkota Raja Bone tidak bisa berlama-lama menemani sang putri karena ia harus kembali ke kerajaan secepatnya.
   Setelah berpamitan , maka sang putra mahkota meninggalkan putri Tandampalik sendirian lagi , selama perjalanan menuju kerajaan bone putra mahkota tak bisa melepaskan pikirannya dari putri tandampalik yang cantik dan baik itu.Sesampainya di kerajaan putra mahkota sering termenung sendiri memikirkan putri idamannya, melihat hal itu raja Bone memutuskan untuk mengirim pasukan ke pulau Wajo mendampingi putra mahkota guna melamar sang putri .
   Sesampainya di pulau  itu ,putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran sang putra mahkota . Ia hana memberikan keris pusaka kerajaan Luw pemberian ayahnya ketika ia diasingkan.Ia meminta putra mahkota menyerahkan keris itu kepada ayahnya di kerakjaan Luwu, jika ayahnya menerima keris itu maka ia menerima lamarannya.
   Sampai di kerajaan Luwu ia disambut dengan ramah, lalu dia menceritakan pertemuannya dengan putri tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu kepada Datu Luwu.Tentu saja kabar itu membuat gembira Datu Luwu dan permaisuri , maka tanpa pikir panjang lagi Datu Luwu menerima keris pusaka itu yang juga berarti lamaran tersebut sudah diterima.
    Dalam beberapa hari kemudian pernikahan akbarpun digelar di pulau Wajo tempat sang putri diasingka , pernikahan pun digelar sangat meriah dua kerajaan besar datng meramaikan suana pernikahan.Putri Tandampalik dan putra Mahkota kerajaan Bone hidup bahagia.

Saturday, February 20, 2016

Legenda Lawang Sewu

Sejarah Lawang Sewu yang terletak di tengah Kota Semarang Jawa Tengah ternyata menjadi sebuah tempat yang disukai bagi wisatawan mancanegara maupun dalam negri kita sendiri, apa si yang mereka ketahui tentang Lawang Sewu yang terkenal sampai mancanegara apa karna sejarah nya atw mesteri nya, Meski pihak pengelola wisata Jawa Tengah termasuk Dinas Pariwisatanya tidak ingin destynasinya dikenal karena aura misteri akan tetapi nilai sejarahlah yang harus digali di lingkungan Lawang Sewu , sejak pendiriannya hingga keberadaannya kini. Kata salah satu Pemandu Wisata (Joko) nama disamarkan, di Semarang Kamis malam 17 Januari 2013.

Kenapa wisatawan lebih suka pada cerita misteri dari pada sejarah, ternyata Lawang Sewu yang dimisterikan dari kejamnya sang Jepang dalam mengelola gedung tersebut yang dulu sebagai pusat perkantoran perkereta-apian diubah sebagai tempat pembantaian bagi penduduk Indonesia di bawah tanah dari lubang pembuangan yang ada di Lawang Sewu. Gedung tua ini sebelum jaman penjajahan Jepang adalah bangunan biasa saja.kantor perkereta - apian yg dikelola belanda.cerita misteri bermula saat jepang masuk menyerbu gedung dan menjadikan gedung sebagai salah satu basis peristirahatan tentara jepang.

Mengapa gedung ini disebut Lawang Sewu (pintu seribu) memang memiliki alasan tersendiri, pintu tersebar dimana-mana. Sebagai gambaran lantai 2 di bagian belakang gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing2 memiliki 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu menyerupai jendela, maka saya yakin lawang sewu memiliki 1000 pintu.memiliki kesan horor pun berlanjut ke 'bungker' bawah tanah. sebenarnya ini bukanlah bungker, melainkan tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda. maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut. Di dalam nya Lawang Sewu memiliki, Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.

terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yg di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.

Menurut Cerita dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat si di lawang sewu terdapat ruangan bawah tanah yang memiliki kesan sangat menyeram kan di ruang bawah tanah ini sering terdengar suara-suara mistis yang menyeramkan. Bahkan salah satu stasiun televisi swasta pernah meliput dan mengadakan acara uji nyali ditempat ini. Saya pun sedikit merasakan bagaimana perasaan peserta uji nyali pada saat itu. Pasti merinding karena diruang bawah tanah ini suasananya gelap, basah, dan sunyi.

Nah demikianlah ringkasan Legenda Lawang Sewu bangunan tua di Kota Semarang yg bersejarah itu.


sumber
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
 0 Comments  0 Comments
Sejarah Lawang Sewu yang terletak di tengah Kota Semarang Jawa Tengah ternyata menjadi sebuah tempat yang disukai bagi wisatawan mancanegara maupun dalam negri kita sendiri, apa si yang mereka ketahui tentang Lawang Sewu yang terkenal sampai mancanegara apa karna sejarah nya atw mesteri nya, Meski pihak pengelola wisata Jawa Tengah termasuk Dinas Pariwisatanya tidak ingin destynasinya dikenal karena aura misteri akan tetapi nilai sejarahlah yang harus digali di lingkungan Lawang Sewu , sejak pendiriannya hingga keberadaannya kini. Kata salah satu Pemandu Wisata (Joko) nama disamarkan, di Semarang Kamis malam 17 Januari 2013.

Kenapa wisatawan lebih suka pada cerita misteri dari pada sejarah, ternyata Lawang Sewu yang dimisterikan dari kejamnya sang Jepang dalam mengelola gedung tersebut yang dulu sebagai pusat perkantoran perkereta-apian diubah sebagai tempat pembantaian bagi penduduk Indonesia di bawah tanah dari lubang pembuangan yang ada di Lawang Sewu. Gedung tua ini sebelum jaman penjajahan Jepang adalah bangunan biasa saja.kantor perkereta - apian yg dikelola belanda.cerita misteri bermula saat jepang masuk menyerbu gedung dan menjadikan gedung sebagai salah satu basis peristirahatan tentara jepang.

Mengapa gedung ini disebut Lawang Sewu (pintu seribu) memang memiliki alasan tersendiri, pintu tersebar dimana-mana. Sebagai gambaran lantai 2 di bagian belakang gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing2 memiliki 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu menyerupai jendela, maka saya yakin lawang sewu memiliki 1000 pintu.memiliki kesan horor pun berlanjut ke 'bungker' bawah tanah. sebenarnya ini bukanlah bungker, melainkan tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda. maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut. Di dalam nya Lawang Sewu memiliki, Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.

terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 
60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yang di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.

Menurut Cerita dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat si di lawang sewu terdapat ruangan bawah tanah yang memiliki kesan sangat menyeram kan di ruang bawah tanah ini sering terdengar suara-suara mistis yang menyeramkan. Bahkan salah satu stasiun televisi swasta pernah meliput dan mengadakan acara uji nyali ditempat ini. Saya pun sedikit merasakan bagaimana perasaan peserta uji nyali pada saat itu. Pasti merinding karena diruang bawah tanah ini suasananya gelap, basah, dan sunyi.


Saturday, February 13, 2016

Jaka Tarub Dan Tujuh Bidadari


Alkisah seorang pemuda, yang bernama Jaka Kudus, mengembara karena dimarahi ayahnya Ki Ageng Kudus. Dalam pengembaraanya Jaka Kudus menikahi putri Ki Ageng Kembanglampir. Tak lama berselang Putri itupun mengandung dan akhirnya meninggal saat melahirkan seorang bayi laki-laki.

Bayi laki-laki yang ditinggal mati ibunya itu, ditemukan seorang pemburu bernama Ki Ageng Selandaka. Si bayi digendong sambil mengejar burung sampai ke desa Tarub. Karena suatu hal, Ki Ageng Selandaka akhirnya meninggalkan bayi tersebut sendirian. Untunglah, si bayi ditemukan seorang janda yaitu Nyai Ageng Tarub, dan dijadikan anak angkat. Oleh penduduk sekitar ia dipanggil dengan nama Jaka Tarub.

Jaka Tarub merupakan pemuda yang memiliki kesaktian juga gagah berani serta gemar berburu. Dengan keberaniannya itu ia sering bolak-balik ke hutan yang ada di gunung keramat untuk berburu. Di dalam gunung itu terdapat telaga yang sangat indah.

Pada suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Jaka Tarub terpikat oleh tujuh bidadari itu, kemudian ia mengambil selendang salah satu bidadari itu. Setelah para bidadari selesai mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari yang tidak menemukan selendangnya tidak dapat kembali ke kahyangan dan dia ditinggalkan oleh teman-temannya karena hari mulai senja. Tak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu yang bernama Nawangwulan, dan merekapun akhirnya pulang ke rumah Jaka Tarub karena hari sudah menjelang malam.

Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah dan memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawangwulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasaan yang akan dilakukannya nanti setelah ia menjadi istri Jaka Tarub. Rahasianya yaitu, Nawangwulan memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Namun setelah mereka menikah Jaka Tarub memang terlihat penasaran namun dia tidak bertanya langsung kepada Nawangwulan melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang biasa dijadikan istrinya untuk memasak nasi. Akibat dari perbuatannya itu akhirnya Nawangwulan kehilangan kekuatannya hingga saat itu ia menanak nasi seperti wanita umumnya.

Lama-kelamaaan gabah yang ada di lumbungnya habis. Ketika gabahnya tinggal sedikit, ternyata selendang Nawangwulan ada di lumbung gabah tersebut yang di sembunyikan oleh suaminya.
Disana Nawangwulanpun merasa sangat marah ketika ternyata suaminyalah yang mencuri benda itu hingga akhirnya ia mengancam untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun memelas agar istrinya tidak pergi lagi ke kahyangan, namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi kembali ke kahyangan. Namun begitu sesekali ia tetap turun ke bumi untuk menyusui bayinya.

Setelah itu Jaka Tarub menjadi pemuka desa dan memiliki gelar Ki Ageng Tarub. Ia bersahabat dengan Raja Majapahit yaitu Brawijaya. Suatu hari, Brawijaya memerintahkan kepada anak angkatnya Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawen untuk mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular kepada Ki Ageng Tarub. Karena Jaka Tarub tahu kalau Bondan Kejawen itu putra kandung Raja Brawijaya, kemudian Jaka Tarub meminta agar dia tinggal.

Sejak saat itu, Ki Ageng Tarub mengangkat Bondan Kejawen sebagai anak angkat dan namanya diganti menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, merekapun akhirnya dinikahkan.

Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Maka Lembu Peteng diangkat menjadi Ki Ageng Tarub yang baru. Lembu Peteng dan Nawangsih memiliki seorang putra yang di beri nama Ki Getas Pandawa. Lalu Ki Ageng Getas Pandawa memiliki seorang putra yang dikenal dengan nama Ki Ageng Sela yang merupakan kakek buyut dari pendiri Kesultanan Mataram yaitu Panembahan Senapati.

Roro Mendut


Alkisah di Pantai Utara Kadipaten Pati, hiduplah seorang gadis yang sangat cantik jelita. Ia bernama Roro Mendut. Ia adalah putri seorang nelayan. Kecantikan Roro Mendut sangat tersohor, hingga beritanya sampai kepada Adipati Pragolo II, penguasa Kadipaten Pati. Adipati Pragolo penasaran dan ingin melihat Roro Mendut. Ternyata benar. Roro Mendut luar biasa cantiknya. Adipati Pragolo pun langsung terpesona.

Adipati Pragolo melamar Roro Mendut untuk di jadikan selir. Namun Roro Mendut menolak. Adipati Pragolo tidak menyerah. Berulang kali ia melamar Roro Mendut. Roro Mendut tetap menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih, yaitu Pranacitra, pemuda desa yang tampan, anak seorang saudagar kaya raya. Adipati Pragolo marah. Maka ia pun menyuruh pengawalnya untuk menculik Roro Mendut.

Suatu siang, saat Roro Mendut sedang menjemur ikan, tiba-tiba ia diseret paksa oleh dua orang pengawal kadipaten. Ia dinaikkan ke kuda dan di bawa ke kadipaten. Karena tetap tidak mau di jadikan selir, maka ia pun di pingit di dalam kadipaten.

Saat itu Kadipaten Pati berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Karena Kadipaten Pati tidak membayar upeti, maka Sultan Agung memerintahkan panglima perangnya, yaitu  Tumenggung Wiraguna, untuk menyerang kadipaten Pati. Kadipaten Pati yang tidak siap siaga menjadi kalang kabut dan akhirnya kalah. Adipati Pragolo pun dibunuh oleh Tumenggung Wiraguna dengan menggunakan senjata Baru Klinthing. Maka seluruh kekayaan beserta orang-orang di Kadipaten pati diboyong ke Mataram.

Saat itulah Tumenggung Wiraguna melihat Roro Mendut. Ia terpesona dan langsung melamarnya untuk di jadikan selir. Roro Mendut menolak dan mengatakan bahwa ia sudah punya kekasih. Tumenggung Wiraguna marah. Sebagai hukuman, ia mengharuskan Roro Mendut untuk membayar upeti. Roro Mendut mencari cara untuk memperoleh uang, guna membayar upeti. Maka iapun meminta ijin untuk berjualan rokok di pasar. Karena kecantikannya yang luar biasa, maka dagangannya pun laris manis. Bahkan putung hasil isapannya pun laris terjual dengan harga mahal.

Suatu hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun berencana untuk melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun menceritakan ihwal pertemuannya dengan Pranacitra dan rencana mereka untuk melarikan diri dari kerajaan Mataram, kepada dua orang selir Tumenggung Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi.

Dibantu oleh dua orang selir tersebut, Roro Mendut berhasil melarikan diri bersama Pranacitra. Namun sayang, usaha mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Maka Roro Mendut pun dibawa pulang ke kerajaan. Sementara itu, tanpa sepengetahuan Roro Mendut, Pranacitra dibunuh, dengan harapan Roro Mendut mau menikah dengan Tumenggung Wiraguna.

Tumenggung Wiraguna kembali mendesak Roro Mendut agar mau jadi selirnya.

“Tidak. Saya sudah punya calon suami” Kata Roro Mendut.
“Percuma kamu mengharapkan laki-laki itu. Dia sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
“Tidak mungkin. Saya baru saja bertemu dia.” Timpal Roro Mendut.
“Kalau tidak percaya, ayo, kuantar ke makamnya.” Kata Tumenggung Wiraguna.

Melihat makam itu, Roro Mendut menjerit histeris.

“Sudahlah, tidak ada gunanya meratapi orang yang sudah mati.” Kata Tumenggung Wiraguna.
Maka Roro Mendut ditarik paksa agar kembali ke kerajaan. Roro Mendut meronta-ronta. Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung Wiraguna, secepat kilat ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke makam Pranacitra.

“Jangan Roro Mendut!” Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro Mendut.

Tetapi terlambat. Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun roboh di atas makam Pranacitra. Tumenggung Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. Sebagai ungkapan penyesalannya, maka ia pun memakamkan Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra.

Asal Mula Bledug Kuwu


Kubangan lubang tanah yang menyemburkan lumpur di lahan tanah tak kurang sekitar 40 hektar di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah dipercaya sebagai tapak tilas makhluk mengerikan berwujud ular naga raksasa yang mencari lokasi kerajaan bapaknya. Masyarakat sekitar percaya bahwa lubang di Bledug Kuwu itu terhubung dengan laut selatan, sehingga air semburan itu berasa asin. Dan inilah cerita turun temurun dari masyarakat sekitar tentang asal mula Bledug Kuwu tersebut.

Konon pada Jaman dahulu di kerajaan Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja bernama Prabu Dewata Cengkar. Dia adalah sosok raja yang sombong, serakah dan ditakuti. Ia juga dikenal sebagai raja yang tidak bisa mati, sehingga tidak pernah kalah kala bertarung melawan musuh-musuhnya. Ia juga sering menarik upeti kepada rakyat semaunya. Jika ada yang membangkang, langsung dibunuh. Apabila ada prajurit yang tidak taat, langsung dipecat bahkan hingga dihukum mati. Konon, Dewata Cengkar mempunyai ritual meminum darah manusia. Kesaktian raja itu menyebabkan dirinya tidak bisa terbunuh atau mati. Namun akhirnya datanglah seorang tokoh ksatria dari negeri Tibet bernama Aji Saka. Di tangan Aji Saka lah Dewata Cengkar kuwalahan dalam menghadapinya. Terjadi pertarungan hingga akhirnya Dewata Cengkar kalah. Meski demikian, pertarungan itu tidak menyebabkan raja tersebut terbunuh, dia hanya kalah bertarung. Dewata Cengkar kemudian melarikan diri ke laut selatan dan malih rupa menjadi bajul putih atau buaya putih. Aji Saka kemudian mengutus anaknya bernama Jaka Linglung, untuk mengejarnya ke laut selatan.

Jaka Linglung sendiri konon adalah merupakan sosok lelaki yang sakti mandraguna, namun ia mempunyai fisik buruk rupa dan mengerikan. Kepercayaan masyarakat sekitar, Jaka Linglung digambarkan sebagai ular naga raksasa. Sebelum berangkat ke laut selatan, Jaka diberi pesan oleh ayahnya. Jika menang melawan Bajul Putih, ia tidak diperbolehkan pulang melalui jalur darat, melainkan harus melalui perut bumi.

Mengapa lewat jalur bawah tanah? Karena, fisik Jaka Linglung supaya tidak dilihat oleh masyarakat, sebab jika melihatnya, dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Terlebih fisiknya yang menakutkan. Bajul Putih pun akhirnya berhasil dibunuh oleh Jaka Linglung dalam pertarungan di laut selatan. Jaka pun kemudian pulang sebagaimana pesan ayahnya, yakni melalui jalur bawah tanah. Begitu keluar, ia menyembul di daratan Desa Kuwu ini.

Konon , keanehan itu disebabkan adanya lubang yang menghubungkan  tempat itu dengan laut selatan. Lubang itu sendiri terjadi dari perjalanan pulang Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamulan, setelah melaksanakan tugasnya untuk menaklukkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya  putih di laut selatan. Dan hal itu dilakukan Joko Linglung yang berujud ular naga sebagai syarat agar Joko Linglung diakui sebagai anaknya Aji Saka yang sebagai raja Medang Kamulan ketika itu.

Yang menarik , letupan di Bledug Kuwu ini punya nama masing-masing. Letupan terbesar Bledug Kuwu dinamai Joko Tuwo. Dia meledak secara berkala sekira 15 detik sekali dengan bunyi “Bledug” seperti namanya kini. Lemparan lumpur sekira 5-10 meter ke udara dan jatuh ke tanah sekira 10 meter. Sementara letupan terkecil disebut Roro Denok, bunyinya lebih lemah. Kapasitas lemparan ke udara hanya 1-2 meter ke udara. Frekuensi letusan Joko Tuwo 4-5 kali per menit. Sementara letusan kecil mencapai 10 kali lebih per menit.

Adanya  kandungan  garam  ditempat  itu  oleh  masyarakat  setempat  dimanfaatkan  untuk  membuat  garam  secara  tradisional  dengan cara airnya dikeringkan di glagah (bambu yang dibelah jadi dua). Ada juga yang membawa lumpur Bledug Kuwu untuk dibawa pulang dan konon lumpur itu buat lulur di kulit agar kulit terhindar dari penyakit kulit juga diyakini bisa membuat lebih cemerlang bagi kulit yang sudah sehat.

Sunday, February 7, 2016

Legenda Atu Belah ( Batu Belah )

Kisah ini terjadi di Desa Penurun, Tanah Gayo, ratusan tahun yang silam. Dahulu kala, ada suatu keluarga miskin yang terdiri dari seorang ayah, ibu, seorang anak yang berumur tujuh tahun, dan seorang anak lain yang masih menyusu. Sang ayah ialah seorang petani. Di waktu senggang ia selalu berburu rusa di hutan. Di samping itu ia juga banyak menangkap belalang di sawah untuk dijadikan makanan, bila tidak berhasil memperoleh rusa buruan. Belalang itu dikumpulkan sedikit demi sedikit di sebuah lumbung padi yang kosong karena sedang musim paceklik. 

Pada suatu hari sang ayah pergi berburu rusa ke dalam hutan. Di rumah tinggal istri dan anak-anaknya. Waktu saat makan tiba, anak yang besar merajuk karena tidak ada ikan sebagai teman nasinya. Juga tidak tersedia lauk pauk lainnya di rumah itu. Peristiwa ini membuat hati ibunya sedih benar. 

Akhirnya, si ibu memerintahkan agar putranya mengambil belalang sendiri di dalam lumbung. Tatkala si anak membuka pintu lumbung, ia kurang hati-hati, pintu lumbung tetap terbuka. Keadaan ini menyebabkan semua belalang terbang ke luar. 

Sementara itu ayahnya pulang berburu. Sang ayah kelihatan amat kesal dan lelah. Ia tidak memperoleh rusa buruan. Kemarahannya menjadi bertambah besar ketika ia mengetahui dari istrinya bahwa semua belalang di lumbung telah terbang. Kekesalannya pun bertambah pula bila diingatnya betapa lamanya ia telah mengumpulkan belalang-belalang itu. Kini semuanya lenyap dalam tempo sekejap saja. Dalam keadaan lupa diri itu, si ayah memukul istrinya sampai babak belur. Kemudian ia menyeretnya ke luar rumah.

Sambil merintih kesakitan. sang ibu pergi meninggalkan rumahnya. Dalam keputus asaan ia menuju ke Atu Belah yang selalu menerima dan menelan siapa saja yang bersedia ditelannya. Niat semacam ini dapat terkabul jika ia menjangin, yaitu mengucapkan kata-kata sambil bernyanyi dalam bahasa Gayo sebagai berikut:
"Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu. " Artinya: Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa lalu. 

Kata-kata itu dinyanyikan berkali-kali secara lembut oleh ibu yang malang itu. Sementara itu si ibu menuju ke Atu Belah, kedua anaknya terus mengikutinya sambil menangis dari kejauhan. Yang besar menggendong adiknya yang masih kecil.

Akhirnya apa yang terjadi? Lambat-lambat tetapi pasti bagian batu yang terbelah itu terbuka. Tanpa ragu-ragu lagi si ibu masuk ke dalam mulut batu. Sedikit demi sedikit tubuhnya ditelan oleh Batu Besar setelah ia berulang kali menyanyikan kalimat yang bertuah itu.

Pada waktu kedua kakak beradik itu tiba di sana. Keadaan alam di sekitarnya amat buruk. Hujan turun  deras disertai angin ribut. Bumi terasa bergetar karena sedang menyaksikan Atu Belah menelan manusia. Setelah semua reda, dengan hati hancur luluh kedua kakak beradik itu hanya dapat melihat rambut ibunya yang tidak tertelan Atu Belah. Kemudian anak sulungnya mencabut tujuh helai rambut ibunya untuk dijadikan jimat pelindung mereka berdua.